Menurut Bagus, pemerintah dan swasta setidaknya bisa berkolaborasi dalam tiga hal tentang bantuan kemanusiaan. Pertama, sinergi bisa dilakukan dalam bidang kerja sosial, khususnya penyaluran bantuan untuk hal-hal yang bersifat mendesak seperti makanan, obat-obatan dan pakaian.
Bantuan kemanusiaan kedua, ialah bantuan pascakonflik atau pascagempa, misalnya pembangunan fasilitas umum, infrastruktur seperti jalan dan jembatan.
Terakhir, bantuan kemanusiaan juga mencakup kemampuan khusus seperti pengolahan bantuan yang berupa bahan makanan, tenaga pendidikan, dan salah satu yang terpenting, penanganan psikososial pascakonflik atau pascagempa.
Bagus mencontohkan ketika terjadi bencana, ada orang-orang yang mengalami rasa takut atau bahkan trauma
“Orang-orang yang ditinggal keluarga karena konflik atau gempa, (kemudian), barang-barang (miliknya) rusak, perlu ada orang-orang yang tidak hanya membangun kembali fisik, tapi, juga psikologis,” kata Bagus.
Oleh karena itu, Bagus menilai adalah penting semangat kesukarelaan dan semangat untuk menjadi pelopor dan keduanya perlu berjalan beriringan.
Semangat kesukarelaan, kata Bagus, perlu digalang.
Bagus menjelaskan bantuan kemanusiaan diperlukan ketika terjadi bencana karena banyak faktor produksi, yang biasanya berproduksi untuk memenuhi kebutuhan, tidak bisa berjalan.
“Misalnya seperti di Gaza, tidak ada pabrik yang bisa berfungsi, pertanian tidak berjalan,” kata Bagus.
Bagus juga mengapresiasi pihak-pihak swasta yang memberikan bantuan kemanusiaan, termasuk ketika pandemi COVID-19 antara lain dengan menyumbang pakaian atau peralatan kesehatan.