Pencalonan Gibran, Langkah Mundur Bagi Demokrasi Indonesia

oleh -195 Dilihat
Pengamat politik Universitas Airlangga, Airlangga Pribadi Kusman

SURABAYA – Pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres pendamping Prabowo Subianto telah menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat Indonesia.

Pengamat politik Universitas Airlangga, Airlangga Pribadi Kusman menyoroti lima aspek negatif dari peristiwa politik ini, yaitu:

Krisis etika republik
Keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan gugatan mahasiswa terkait syarat usia capres-cawapres, sehingga Gibran akhirnya bisa mendaftar meskipun usianya belum 40 tahun, dinilai sebagai pelanggaran etika republik.

Hal ini karena Ketua MK, Anwar Usman, adalah adik ipar Presiden Jokowi, yang tak lain adalah paman Gibran.

Baca juga:  Distribusi Logistik Pemilu 2024, Polres Gresik Tingkatkan Pengamanan di PPK

“Ada indikasi konflik kepentingan dalam keputusan tersebut, karena Ketua MK seharusnya tidak terlibat dalam pengambilan keputusan hukum yang menyangkut kerabatnya,” beber Airlangga Pribadi.

 

Cacat yuridis dan indikasi subordinasi MK
Keputusan MK tersebut juga dinilai cacat yuridis, karena bertentangan dengan konstitusi. Pasal 7 UUD NRI Tahun 1945 menyebutkan bahwa syarat calon presiden dan calon wakil presiden adalah telah berusia 35 tahun.

Keputusan MK tersebut dinilai telah mengubah ketentuan konstitusi, yang merupakan kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Baca juga:  Bawa Misi Cooling System Pemilu 2024, Kapolres Adhitya Sowan Ketua PCNU Gresik

 

Polarisasi politik
Pelecehan etika republik yang terjadi dalam peristiwa ini dinilai akan semakin memperburuk polarisasi politik di Indonesia.

Hal ini karena masyarakat akan semakin terbelah antara yang mendukung dan yang tidak mendukung pencalonan Gibran.

 

Noda bagi politisi muda
Pencalonan Gibran dinilai akan memberikan noda bagi politisi muda di Indonesia.

Hal ini karena Gibran dimunculkan dalam prosesi politik yang penuh dengan penghancuran atas trias politika.

Baca juga:  Kondusifitas Pemilu 2024, Polri Siapkan Operasi Mantap Brata

 

Kehancuran demokrasi
Pencalonan Gibran juga dinilai akan menghancurkan bangunan demokrasi di Indonesia. Hal ini karena peristiwa ini menunjukkan bahwa demokrasi di Indonesia masih rentan terhadap intervensi kekuasaan politik.

Secara umum, peristiwa politik ini dinilai sebagai sebuah langkah mundur bagi demokrasi di Indonesia.

“Peristiwa ini menunjukkan bahwa demokrasi di Indonesia masih belum sepenuhnya terwujud, dan masih rentan terhadap intervensi kekuasaan politik,” pungkas Airlangga.(kb05)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News


No More Posts Available.

No more pages to load.