KabarBaik.co — Raperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Sidoarjo Tahun Anggaran 2024 resmi ditolak Koalisi Sidoarjo Maju usai Rapat Paripurna DPRD Sidoarjo.
Koalisi yang terdiri dari tujuh fraksi besar seperti Gerindra, Golkar, PAN, PKS, NasDem, PPP, dan PDI Perjuangan menilai bahwa pelaksanaan APBD 2024 belum menunjukkan efektivitas tata kelola pemerintahan yang berpihak pada kebutuhan nyata masyarakat.
“Kami melihat masih banyak masalah struktural yang belum dibenahi, mulai dari penanganan banjir, penciptaan lapangan kerja, hingga transparansi anggaran. Ini bukan sekadar teknis, tapi menyangkut arah politik anggaran yang tidak berpihak pada rakyat,” tegas juru bicara Koalisi Sidoarjo Maju Adam Rusydi dalam penyampaian sikap politik mereka di kantor DPD Partai Golkar Sidoarjo, Rabu, (16/7/2025) malam.
Salah satu sorotan tajam berkaitan dengan penanggulangan banjir yang dinilai masih dalam tataran wacana, bukan aksi nyata. Titik-titik banjir seperti di Waru, Taman, Sedati, Porong, hingga kawasan baru di Krian dan Tarik terus berulang tanpa solusi tuntas.
“Setiap tahun masyarakat menjadi korban. Bahkan, akibat banjir, minat masyarakat mendaftarkan anak ke SDN Banjarasri Tanggulangin merosot drastis. Hanya 10 siswa baru yang mendaftar. Ini bukan hanya bencana alam, tapi cermin kegagalan tata kelola,” tegasnya.
Menurut Adam, Pemkab Sidoarjo dinilai tidak serius dalam penanganan banjir dan hanya bersifat tambal sulam.
“Ada titik-titik banjir baru di wilayah yang sebelumnya tidak pernah terdampak. Ini menunjukkan bahwa sistem drainase tidak diperbarui sesuai perkembangan kawasan,” tambahnya.
Mereka mendesak pemerintah segera menyusun master plan penanggulangan banjir yang terintegrasi dan mengalokasikan anggaran secara tepat, termasuk pembangunan kolam retensi dan pompa otomatis.
Selain itu, Koalisi Sidoarjo Maju juga menyoroti program prioritas bupati terkait penciptaan 100.000 lapangan kerja, yang disebut tanpa indikator dan capaian jelas. Tidak ada data detail dari sektor mana lapangan kerja diciptakan atau melalui skema apa.
“Angka pengangguran terbuka Sidoarjo masih di 6,49 persen, tertinggi di Jawa Timur. Di sisi lain, IPM kita tinggi, 82,67. Ini mengindikasikan ancaman pengangguran intelektual yang harus segera ditangani secara strategis,” terangnya.
Pendidikan Gratis Hanya Jadi Mimpi
Selain itu, pungutan di sekolah negeri dengan dalih ‘komite’ masih marak. Koalisi mengkritisi bahwa anggaran pendidikan lebih dari 20 persen APBD justru banyak terserap untuk belanja rutin, bukan perbaikan sarana dan prasarana sekolah.
“Sekolah rusak, ruang kelas kurang, alat belajar tidak memadai. Ini ironi. Pendidikan dasar adalah hak rakyat, jangan dibebankan ke orang tua,” kata Adam Rusydi yang juga Ketua DPD Partai Golkar Sidoarjo.
Berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), lanjutnya, terdapat 27 OPD di lingkungan Pemkab Sidoarjo yang melakukan kesalahan penganggaran belanja. Koalisi menilai ini sebagai indikasi lemahnya pengawasan internal dan budaya birokrasi yang belum profesional.
“Ini bukan hanya salah input. Ini soal tata kelola dan integritas. Kami minta evaluasi menyeluruh pejabat terkait,” ujarnya.
Kondisi infrastruktur jalan juga menjadi kritik keras. Tercatat 445 titik jalan rusak tersebar di berbagai kecamatan, mulai dari Kureksari hingga Kemangsen. Perbaikan hanya bersifat tambal-sulam dan tidak menyentuh akar masalah seperti sistem drainase.
“Anggaran besar tiap tahun dikucurkan, tapi hasilnya jalan tetap rusak. Ini persoalan manajemen proyek dan pengawasan yang lemah. Masyarakat butuh solusi, bukan seremonial perbaikan sebelum lebaran saja,” terangnya.
Atas semua pertimbangan strategis tersebut, Koalisi Sidoarjo Maju secara tegas menolak Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2024. Mereka menilai laporan tersebut belum mencerminkan transparansi, efektivitas, dan keberpihakan pada rakyat.
“Kami tidak ingin sekadar menyetujui formalitas angka. Kami ingin APBD benar-benar menjadi alat perubahan sosial, bukan sekadar alat birokrasi,” tegasnya.
Penolakan ini menjadi sinyal kuat bahwa DPRD Sidoarjo, khususnya dalam barisan Koalisi Sidoarjo Maju, akan lebih kritis dan transparan dalam mengawal anggaran publik, sekaligus mendorong perbaikan tata kelola pemerintahan secara menyeluruh.
Menariknya dalam anggota Koalisi Sidoarjo Maju ini terdapat dua Partai besar yang sebelumnya menerima APBD tapi justru kemudian berubah menolak. Dua partai ini adalah Partai Golkar dan juga PDIP.
“Reaksi PDI Perjuangan harus menolak. Ini perintah dari langit, dan saya akan tegak lurus,” ujar Ketua Fraksi PDI Perjuangan Tarkit Erdianto saat ditanya soal perubahan sikap dari menerima menjadi menolak.
Menurut Tarkit, penolakan itu bukan tanpa sebab, melainkan keinginan partai tentang suatu perubahan yang nyata untuk Kabupaten Sidoarjo.
“Kalau saya tetap menerima, itu justru saya berdosa. Kami ingin perubahan nyata untuk Sidoarjo,” tandasnya. (*)