KabarBaik.co – Surabaya digemparkan oleh sebuah video viral yang memperlihatkan aksi kekerasan verbal terhadap seorang siswa sekolah. Dalam video tersebut, seorang pria dewasa terlihat memaksa seorang siswa berinisial E-S untuk bersujud dan menggonggong seperti anjing. Insiden ini segera memicu kemarahan publik setelah tersebar luas di media sosial. Polisi pun langsung bertindak dengan memeriksa sejumlah saksi terkait kasus yang melibatkan pengusaha Ivan Sugianto sebagai terlapor utama.
Penyidik dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polda Jawa Timur sudah memeriksa delapan saksi, termasuk Ivan Sugianto. “Sebanyak 8 saksi telah diperiksa, termasuk saksi terlapor Ivan Sugianto, yang dalam video tersebut memerintahkan anak sekolah berinisial E-S untuk merangkak dan menggonggong seperti anjing,” kata Kabid Humas Polda Jawa Timur Kombes Pol. Dirmanto, Rabu (13/11).
Ivan telah menjalani pemeriksaan sebanyak tiga kali, namun statusnya hingga kini belum ditetapkan sebagai tersangka.
Dalam video viral tersebut menampilkan suasana mencekam di mana korban dipaksa untuk meminta maaf dengan cara yang tidak pantas. Menurut informasi yang beredar, aksi ini terjadi sebagai bentuk teguran karena korban diduga melontarkan candaan yang dianggap menghina anak dari wali murid tersebut. Akibat kejadian ini, korban merasa terintimidasi dan mengalami trauma berat, berharap mendapatkan keadilan melalui proses hukum yang ada.
Kombes Pol. Dirmanto menjelaskan bahwa pihak kepolisian sudah mengamankan barang bukti berupa rekaman video yang menjadi dasar penyelidikan kasus ini. Meskipun korban dan terlapor sudah mencapai kesepakatan damai dan saling meminta maaf, pihak sekolah tetap mendesak agar kasus ini dilanjutkan ke ranah hukum. “Sudah ada kata sepakat untuk saling meminta maaf. Namun, pihak sekolah tetap menginginkan proses pidana untuk dilanjutkan,” jelasnya.
Ivan Sugianto, seorang pengusaha yang disebut sebagai terlapor, telah memenuhi panggilan polisi sebanyak tiga kali untuk memberikan keterangan terkait insiden tersebut. Meski begitu, hingga kini polisi belum menetapkan status tersangka terhadapnya. Hal ini menimbulkan tanda tanya di kalangan masyarakat yang menantikan perkembangan lebih lanjut dari kasus tersebut.
Sementara itu, dukungan untuk korban terus mengalir dari berbagai pihak, terutama dari komunitas pendidikan yang mengecam tindakan kekerasan tersebut. Banyak yang menilai bahwa tindakan seperti ini tidak dapat dibenarkan, apalagi terjadi di lingkungan pendidikan yang seharusnya menjadi tempat aman bagi para siswa. Kasus ini menjadi perhatian publik karena dinilai mencoreng citra dunia pendidikan dan mengancam keamanan psikologis anak-anak.
Pihak keluarga korban berharap adanya penanganan yang tegas dari aparat penegak hukum. Mereka merasa bahwa meskipun sudah ada permintaan maaf, trauma yang dialami siswa tidak bisa dihilangkan begitu saja. (*)