Puluhan Jurnalis Lamongan Demo Tolak RUU Penyiaran

Editor: Andika DP
oleh -66 Dilihat
Aksi unjuk rasa jurnalis Lamongan menolak RUU Penyiaran. (Foto: Ist)

KabarBaik.co – Gelombang aksi penolakan terhadap draft Revisi Undang-undang (RUU) Penyiaran terus berdatangan. Kali ini giliran puluhan jurnalis di Kabupaten Lamongan yang menggelar demonstrasi dan aksi jalan mundur, Senin (27/5).

Mereka meluruk Kantor Pemkab dan DPRD Lamongan untuk menyuarakan aspirasi. Massa aksi juga menggunakan megaphone dan membentangkan sejumlah baner penolakan RUU Penyiaran.

Koordinator Aksi, Kadam Mustoko, dalam keterangan tertulisnya menyebut ada sejumlah pasal yang berpotensi mengancam kemerdekaan pers. “Jurnalis Lamongan minta DPR kaji ulang draf Revisi UU Penyiaran,” tegasnya.

Ia menjelaskan, pemerintah bersama DPR berencana merevisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Recana ini telah memasuki tahap penyelesaian draf revisi UU Penyiaran. Draf revisi UU Penyiaran yang merupakan inisiasi dari DPR telah dibahas di Baleg pada 27 Maret 2024.

Jurnalis Lamongan yang tergabung dalam organisasi Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalistik Independen (AJI), dan Persatuan Foto Indonesia (PFI) menaruh perhatian terhadap draf revisi UU Penyiaran baik dari sisi proses penyusunan maupun subtansi.

Dari proses penyusunan, Jurnalis Lamongan menyayangkan draf revisi UU Penyiaran terkesan disusun secara tidak cermat dan berpotensi mengancam kemerdekaan pers telebih penyusunan tidak melibatkan berbagai pihak seperti organisasi profesi jurnalis atau komunitas pers.

Baca juga:  Gerakan "ayoditumbasi" Ramaikan Laffest X Ramadhan Fashion Parade 2024

Dalam darf revisi UU Penyiaran terdapat sejumlah pasal yang menjadi perhatian khusus bagi Jurnalis di Lamongan. Pertama, Pasal 50 B ayat 2 huruf c yang melarang penayangan eksklusif karya jurnalistik investigasi. Jurnalis Lamongan memandang pasal tersebut telah menimbulkan banyak tafsir dan membingungkan, pertanyaan besarnya mengapa RUU ini melarang televisi menayangkan secara eksklusif karya jurnalsitik investigasi.

Selama karya tersebut memegang teguh kode etik jurnalistik, berdasarkan fakta dan data yang benar, dibuat secara profesional dan semata-mata untuk kepentingan publik maka tidak boleh ada yang melarang karya jurnalistik investigasi disiarkan di televisi.

Secara subtansi pasal pelarangan tayangan eksklusif jurnalistik investigasi di televisi bisa diartikan sebagai upaya intervensi dan pembungkaman terhadap kemerdekaan pers di tanah air. Upaya ini tentu sebagai suatu ancaman serius bagi kehidupan pers yang tengah dibangun bersama dengan penuh rasa tanggung jawab.

Tidak hanya itu, dikhawatirkan revisi RUU Penyiaran akan menjadi alat kekuasan serta politik oleh pihak tertentu untuk mengkebiri kerja-kerja jurnalistik yang profesional dan berkualitas.

Baca juga:  Harga Bahan Pokok di Lamongan Berangsur Turun

Kedua, Pasal 50 B ayat 2 huruf k, penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, dan pencemaran nama baik. Pasal ini sangat multi tafsir terlebih yeng menyangkut penghinaan dan pencemaran nama baik.

“Kami Jurnalis Lamongan memandang pasal yang multi tafsir dan membingungkan berpotensi menjadi alat kekuasan untuk membungkam dan mengkriminalisasikan jurnalis/pers,” tukas jurnalis senior yang juga Ketua PWI Lamongan tersebut.

Mereka sepakat bahwa sistem tata negara menggunakan demokrasi, dan pers merupakan pilar keempat dari demokrasi. Pers memiliki tanggung jawab sebagai control sosial agar proses bernegara berjalan transparan, akuntable dan sepenuhnya memenuhi hak-hak publik.

Ketiga, Pasal 8A huruf q dan Pasal 42 ayat 2 yang menyebutkan penyelesaian sengketa terkait dengan kegiatan jurnalistik Penyiaran dilakukan oleh KPI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal ini harus dikaji ulang karena bersinggungan dengan UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers yang mengamanatkan penyeleseaian sengketa jurnalistik dilakukan di Dewan Pers.

“Jurnalis Lamongan juga memandang bahwa penyelesaian sengketa jurnalistik penyiaran di KPI berpotensi mengintervensi kerja-kerja jurnalistik yang profesional, mengingat KPI merupakan lembaga yang dibentuk melalui keputusan politik di DPR,” tambahnya.

Baca juga:  Aksi Jalan Mundur Puluhan Jurnalis di Jember Tolak RUU Penyiaran

Sesuai dengan UU Pers telah jelas bahwa komunitas pers mendapat mandat untuk membuat regulasi sendiri dalam rangka mengatur kehidupan pers yang sehat, profesional dan berkualitas melalui selft regulation.

Puluhan jurnalis saat unjuk rasa menolak RUU Penyiaran. (Foto: Ist)

Oleh karena itu setiap sengketa yang berkaitan dengan karya jurnalistik baik penyiaran, cetak, digital (online) hanya bisa diselesaikan di Dewan Pers. Langkah ini guna memastikan bahwa kerja-kerja jurnalistik yang profesional, berkualitas dan bertanggungjawab bisa berlangsung independent serta tidak ada intervensi dari pihak manapun.

Menyikapi hal tersebut, Kami Jurnalis di wilayah kerja kabupaten Lamongan menyatakan sikap sebagai berikut:

1. Menolak dan meminta agar sejumlah pasal dalam draf revisi RUU Penyiaran yang berpotensi mengancam kemerdekaan pers dicabut

2. Meminta DPR mengkaji kembali draf revisi RUU Penyiaran dengan melibatkan semua pihak termasuk organisasi jurnalis serta public

3. Meminta kepada semua pihak untuk mengawal revisi RUU Penyiaran agar tidak menjadi alat untuk membungkam kemerdekaan pers serta kreativitas individu di berbagai platform.(*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News


No More Posts Available.

No more pages to load.