PWI Menapak Jalan Damai dalam Kongres Persatuan Paling Lambat Agustus 2025

oleh -665 Dilihat
PWI DAMAI
Akhirnya, kepngurusan PWI Pusat yang sempat mengalami dualisme telah terjadi kesepakatan damai, pada Jumat (16/5)

KabarBaik.co- Seperti dua matahari yang sempat bersinar pada langit yang sama, akhirnya Hendry Ch Bangun dan Zulmansyah Sekedang menurunkan egonya. Menyalakan lentera perdamaian. Dalam perjalanan panjang yang berliku, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang sempat terbelah, kini menapaki jalan pulang. Menuju satu kongres pemersatu, yang akan digelar paling lambat 30 Agustus 2025, di Jakarta.

Konflik di tubuh PWI bagaikan samudra yang bergelora. Berawal dari riak yang menguat menjadi gelombang. Hendry terpilih sebagai Ketua Umum PWI melalui Kongres Bandung pada 27 September 2023. Namun, musim panas belum benar-benar reda ketika angin perpecahan mulai berembus awal 2024. Lalu, memuncak dalam Kongres Luar Biasa (KLB) di Jakarta pada 18 Agustus 2024. Dari forum itu, lahirlah sosok baru. Zulmansyah Sekedang, yang didaulat secara aklamasi sebagai Ketua Umum PWI versi KLB.

Sejak saat itu, PWI seperti cermin retak. Memantulkan bayangan yang tak utuh. Dua poros kepemimpinan berdiri di atas fondasi yang sama, namun menatap arah yang berbeda. Seperti kapal dengan dua nahkoda. Setiap pihak membawa arah sendiri, dan angin publik tak tahu harus mengikuti layar yang mana. Anggota di daerah bingung, program kerja mandek, kepercayaan publik goyah.

Dari meja ke meja, dari ruang ke ruang, sebetulnya upaya jalan damai pun sudah dirajut oleh sejumlah tokoh. Namun, benang persatuan tidak juga tersambung. Hingga akhirnya, Jumat (16/5) malam, di sebuah pertemuan yang berlangsung nyaris seperti musyawarah para tetua suku, Hendry dan Zulmansyah duduk berhadapan. Di tengah mereka, Dahlan Dahi, wartawan senior yang juga anggota Dewan Pers, sebagai penyeimbang. Dahlan Dahi pun laksana pemegang obor di tengah gelap gulita.

Dahlan Dahi tidak banyak bicara. Ia lebih banyak mendengarkan. Tapi ia tahu, malam itu adalah tentang ego yang harus ditanggalkan, dan tentang sejarah yang menunggu untuk ditulis ulang.

“Bang Hendry dan Bang Zul tegas dan konsisten dengan prinsip masing-masing. Tapi kebesaran jiwa dan rasa tanggung jawab yang tinggi untuk pers Indonesia, untuk PWI, menjadi titik temu. Keduanya juga bersahabat. Negosiasi dimulai dari sana,” komentar Dahlan.

Kemudian, lahirlah Kesepakatan Jakarta. Begitulah naskah bertanda tangan dan bermaterai itu dinamakan. Sebuah manuskrip satu halaman, namun bermakna laksana prasasti yang kelak dikenang sejarah pers Indonesia. Disusun dalam empat jam dialog yang kadang bergemuruh, kadang mengalir sejuk dengan derai tawa. Namun, di balik perdebatan panas, ada cinta yang tak padam kepada satu rumah bersama: PWI.

Dalam dokumen itu, kedua tokoh pers bersumpah secara simbolik untuk meruntuhkan tembok perpecahan. Kongres Persatuan akan menjadi gerbang penyatuan, dan Jakarta dipilih sebagai altar tempat para wartawan Indonesia berkumpul kembali, menyatukan pena yang sempat bercerai-berai. “Semua harus melihat ke depan dengan semangat persatuan,” ujar Hendry.

Baginya, 30.000 anggota PWI, dengan 20.000 orang di antaranya telah bersertifikat kompetensi, bagaikan hutan lebat yang tak boleh terbakar karena bara konflik. PWI adalah ladang ilmu dan pengabdian yang harus kembali digarap bersama. ‘’Kita semua ingin anggota PWI terus berkontribusi bagi bangsa dan negara. Dan program peningkatan kompetensi dan kapasitas anggota dapat kembali berjalan baik,” ujarnya

Zulmansyah pun mengamini. “Ini sejarah bagi PWI. Semoga guyub kembali. Semoga nama Persatuan benar-benar hidup dalam tubuh organisasi, dari pusat hingga daerah.”

Kesepakatan Jakarta bukan sekadar dokumen. Ia adalah jembatan yang dibangun dengan fondasi ketulusan, tiang keikhlasan, dan atap tanggung jawab moral. Hendry dan Zulmansyah menyepakati pembentukan panitia bersama. Perinciannya, tujuh orang Organizing Committee (OC) dan Steering Committee (SC) yang simetris dalam susunan.

Lebih dari itu, satu noktah penting ditegaskan bahwa seluruh anggota biasa PWI berhak mencalonkan diri sebagai Ketua Umum. Bila ada batu penghalang administratif akibat konflik lalu, akan disingkirkan dalam semangat kasih dan pengertian.

Dalam metafora lebih luas, konflik ini laksana perang saudara di kerajaan pena. Tapi malam itu, dua panglima meletakkan pedang, lalu bersalaman di hadapan saksi sejarah. Seperti rembulan dan matahari yang sepakat berbagi waktu dalam sehari, PWI kini bersiap menyambut fajar baru, yang damai, terang, dan penuh harapan.

Dan kepada pena yang sempat patah, kini saatnya disambung kembali. PWI adalah rumah tua, megah, dan dihuni puluhan ribu wartawan dari 39 provinsi. Sebuah rumah yang dibangun di atas fondasi idealisme, diikat oleh etika profesi, dan dijaga oleh semangat kebersamaan. (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan klik di sini

Editor: Hardy


No More Posts Available.

No more pages to load.