KabarBaik.co – Hari ini, Rabu (29/5), tepat 18 tahun lalu warga Sidoarjo dibuat panik dengan adanya semburan Lumpur panas di Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo. Imbasnya, ribuan rumah warga dan lahan pertanian di tiga Kecamatan terendam Lumpur. Namun, hingga kini nestapa belum belum berakhir. Meski sudah 18 tahun berlalu, bencana ini masih menyisakan derita bagi korban.
Salah satu korban yang hingga kini masih menderita adalah Purwa Ningsih, warga RT 007/ RW 011 Desa Gedang, Kecamatan Porong.
Awalnya perempuan baya berumur 65 tahun yang biasa dipanggil Mbak Pur ini menderita luka bakar hingga 70 persen, kala gas metan yang terbakar menghanguskan rumahnya di Desa Siring, Selasa (7/9/2010). Meski nyawanya bisa diselamatkan, namun ia harus menderita cacat seumur hidup.
Berkat semangat hidup yang tinggi disertai dengan pengobatan, kesehatan Ibu dua anak ini pun berangsur-angsur membaik. Bahkan ia bisa beraktivitas secara normal. Untuk menyambung hidup, ia membuka warung pracangan di halaman rumahnya.
Namun lagi-lagi cobaan berat harus diterimanya pada November 2023. Ia harus kehilangan kaki kanannya yang diamputasi lantaran penyakit kanker yang terus menggerogoti.
Seakan ada campur tangan Tuhan, jurnalis KabarBaik.co secara tak sengaja bertemu Mbak Pur saat berada di sebuah Rumah Siti Hajar, Sidoarjo.
Ia ditemani anak pertamanya, Devi Purbawiyanto (36) yang juga mengalami luka bakar di kedua kakinya. “Ini mengantar ibu kontrol ke dokter penyakit dalam,” ujar Devi.
Devi pun lantas menceritakan perjuangannya bersama sang Ibunda tercinta. “Setelah kaki diamputasi, warung ibu terpaksa tutup. Kini tak banyak yang bisa ibu lakukan. Kadang kalau kangen cucu di Blitar kita ya ke sana. Motoran,” ucap Devi.
Mbak Pur menambahkan jika seringkali ia mengalami gejala sulit tidur. “Perut dan kepala ini seringkali terasa sakit. Kalau sudah gitu susah sekali. Ndak bisa terpejam,” tuturnya pelan.
Dengan beruraian airmata, kini harapan Mbak Pur bisa memiliki Kaki Palsu agar tak lagi menyusahkan keluarganya. Ia tak ingin jadi beban. “Namun harganya sangat mahal, sekitar Rp 25 juta sampai Rp 30 juta. Mana saya mampu ?” ucapnya sesenggukan dengan air mata semakin deras mengalir. (*)