KabarBaik.co – Pemerintah Desa (Pemdes) Pulopancikan, Kecamatan Gresik, angkat bicara soal salah satu warganya, Nur Fitriana, yang belum mendapat bantuan program bedah rumah hingga akhirnya menangis dan mengadu ke Ketua DPRD Gresik M. Syahrul Munir.
Kepala Desa (Kades) Pulopancikan Achmad Afandi, menegaskan bahwa pihaknya belum menerima pengajuan bedah rumah dari Nur Fitriana. Ia juga menjelaskan bahwa mekanisme pengajuan program bedah rumah harus melalui musyawarah desa (Musdes) dan musyawarah rencana pembangunan (Musrenbang).
“Kalau tidak melalui Musdes atau Muresbangdes, terus desa datanya dari mana?” ujar Afandi saat ditemui dengan didampingi staf-stafnya pada Rabu (27/8).
Staf desa menambahkan bahwa alur pengajuan bantuan renovasi rumah umumnya dimulai dari warga yang menyampaikan permohonan kepada ketua RT. Usulan tersebut kemudian ditampung untuk dibawa ke musyawarah desa (Musdes) dan selanjutnya diteruskan dalam forum Musrenbang sebagai bagian dari proses perencanaan program.
Afandi juga menjelaskan, program bedah rumah yang saat ini dikerjakan berasal dari perusahaan melalui CSR dengan mekanisme yang berbeda. Ia tidak tahu menahu soal nama-nama yang didapat oleh pihak perusahaan.
“Kita itu tidak tahu data tersebut didapat dari mana. Jadi pemdes tidak ada proposal secara fisik, kita cuma dimintai tolong untuk verifikasi datanya,” katanya.
Lebih lanjut ia menjelaskan, bahwa pihak desa hanya berperan dalam membantu proses verifikasi data warga yang terdata dalam program bedah rumah oleh perusahaan. Saat itu, permintaan yang disampaikan kepada perangkat desa sebatas memastikan kejelasan alamat, kelengkapan dokumen, serta kecocokan data yang diajukan. Proses verifikasi ini bahkan dilakukan lebih dari sekali dengan turun langsung ke lapangan untuk memastikan kebenaran data.
Afandi menegaskan bahwa pemerintah desa tidak memiliki kewenangan untuk mengganti nama calon penerima yang sudah terdata. Ia menekankan bahwa pemdes tidak pernah membuat proposal ataupun mengajukan nama baru, melainkan hanya melakukan pemeriksaan kelayakan berdasarkan data yang sudah ada.
Kondisi Rumah IRT yang Nangis Minta Program Renovasi ke Ketua DPRD Gresik
Soal dugaan adanya rumah yang kondisinya lebih bagus tapi justru menerima bantuan, Afandi menegaskan hal itu kembali pada data pihak penyedia dana. “Kita tidak menyediakan nama, kami hanya menemani proses survei dan sesuai dengan kriteria yang ditentukan, lalu kita mau apa? Terkecuali anggaran itu dari desa. Itu kita yang menentukan. Ini boleh, ini gak boleh. Kalau itu datanya dari yang punya uang lalu kita mau apa? Pihak CSR nya juga sudah turun langsung ke lapangan waktu survei. Meskipun toh kita mencegah, tidak boleh diganti orang,” ujarnya.
Kades Pulopancikan juga menanggapi keluhan Fitriana soal pembangunan sapiteng tahun 2019 yang dikeluhkan memenuhi persyaratan paling awal tapi dibangun paling akhir. Afandi menyebut, bantuan tersebut berasal dari PJB dan Pelindo dalam program penataan kawasan kumuh.
“Itu waktu pengerjaan sapiteng itu dua kali. Itu bantuan dari PJB lalu dari Pelindo. Lah target kami kan yang kumuh-kumuh itu lo, karena memang ada program pengetansan pemukiman kumuh dari Kabupaten. Jadi setelah kumuh ini selesai, kita ajukan lagi ke Pelindo. Lalu kita kerjakan lagi, termasuk rumahnya ibu Nana. Bukan material seadanya. Itu pendataannya saya yang survei, warga nggak mengajukan, tapi saya yang survei. Itu CSR,” terangnya.
Tangis IRT Temui Ketua DPRD Gresik, Rumah Tak Layak Belum Tersentuh Program Renovasi
Ia menambahkan, hingga kini pemerintah desa belum pernah melihat wujud petok D yang diklaim Fitriana sebagai syarat sah kepemilikan rumah. “Kita gak pernah tahu secara fisik,” ujarnya.
Afandi mengingatkan, warga yang merasa tidak puas sebaiknya melapor ke Badan Permusyawaratan Desa (BPD). “Jadi biar ketahuan, apakah RT saya yang bawa ke saya, atau RT saya yang tidak menghiraukan warga saya,” kata dia.
Namun, ia menyayangkan karena ketika difasilitasi bertemu BPD, Fitriana tidak hadir. “Padahal dia yang minta pertemuan,” tambahnya.
Meski demikian, Afandi mengaku sempat berkomunikasi langsung dengan Fitriana. Ia menyarankan agar berkas persyaratan dilengkapi untuk diajukan kembali pada 2026, sembari menunggu peluang bantuan dari CSR.
“Saya sampaikan, besok tahun 2026 berkasnya sampeyan lengkapi, kita carikan dana. Kalau CSR ada ya CSR. Lah saya pikir sudah selesai,” ucapnya.
Afandi menampik soal pemerintah desa yang membeda-bedakan warga. “Saya gak pernah membedakan dan gak pernah ada niat. Kalau ada program langsung kita tindaklanjuti. Kalau gak ada program ya bagaimana caranya agar wargaku enak, dan nyaman,” tandasnya.(*)