KabarBaik.co – Sidang lanjutan kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Desa Kletek, Kecamatan Taman, Kabupaten Sidoarjo, kembali digelar di Pengadilan Tipikor PN Surabaya, Selasa (22/10) sore. Sidang yang menghadirkan dua terdakwa, Kepala Desa nonaktif Anas, 49, dan Sekretaris Desa Ulis Dewi, 45, memasuki agenda pemeriksaan terdakwa.
Dalam persidangan, Anas mengungkapkan bahwa dirinya tidak pernah memerintahkan adanya pungutan biaya untuk program PTSL di desanya. Menurut Anas, warga Desa Kletek memberikan uang partisipasi atas inisiatif mereka sendiri, tanpa ada perintah atau patokan nominal dari pihak desa.
“Saya tidak pernah perintahkan untuk memungut biaya program PTSL di Desa Kletek ini. Untuk nominal juga tidak pernah tentukan, jadi warga sendiri atas inisiatif berikan partisipasinya kepada kami melalui Sekdes,” ujar Anas di hadapan Majelis Hakim.
Lebih lanjut, Anas menjelaskan bahwa ia mulai menjabat sebagai Kepala Desa Kletek pada 28 Mei 2018, setelah dilantik oleh Bupati Sidoarjo saat itu. Program PTSL di desanya baru berjalan setahun kemudian, tepatnya pada April 2019, di bawah kepemimpinannya.
Anas juga mengaku tidak mengetahui berapa total nominal uang partisipasi yang terkumpul dari warga selama periode 2019 hingga 2023. Meski berdasarkan bukti dari saksi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Sidoarjo, total uang partisipasi yang terkumpul mencapai Rp 114 juta.
“Saya tidak pernah mencatat nominal yang diberikan warga, jadi tidak tahu total nominal pastinya sejak 2019 itu. Menurut PU Rp 114 juta, mungkin sejumlah itu,” lanjutnya.
Meski uang partisipasi tersebut terkumpul, Anas menegaskan bahwa ia tidak pernah menikmati uang tersebut untuk kepentingan pribadi. Ia menjelaskan bahwa uang tersebut digunakan sepenuhnya untuk kegiatan desa, seperti ruwat desa, tasyakuran, sedekah anak yatim, dan bantuan bagi warga yang sakit.
“Semua uang partisipasi PTSL dari warga saya gunakan untuk kepentingan warga juga. Jadi, yang saya serahkan Rp 114 juta ke Kejari Sidoarjo itu murni uang saya pribadi dan keluarga,” tegas Anas.
Meski telah mengembalikan uang tersebut, Anas mengaku ikhlas dan berharap pengembalian uang tersebut dapat meringankan hukumannya. Ia memohon kepada Majelis Hakim untuk memberikan hukuman serendah-rendahnya agar bisa segera kembali kepada keluarganya.
“Saya mengaku menyesali perbuatan salah saya, mohon Majelis Hakim PN Tipikor Surabaya berikan keringanan hatinya dalam memutus perkara ini serendah-rendahnya,” ucapnya dengan nada memohon.
Di sisi lain, Sekretaris Desa Kletek, Ulis Dewi, yang juga diperiksa sebagai terdakwa, mengungkapkan bahwa ia tidak pernah mematok nominal uang partisipasi yang harus diberikan oleh warga. Uang tersebut, katanya, diberikan oleh warga secara sukarela dengan nominal yang berbeda-beda.
Sambil terisak tangis, Ulis menegaskan bahwa dirinya juga tidak pernah menikmati uang partisipasi tersebut. Semua uang yang diterima, menurutnya, digunakan untuk kegiatan desa dan tidak ada yang digunakan untuk keperluan pribadi.
Ulis juga mengaku bingung karena jumlah uang kerugian negara yang harus dikembalikan oleh dirinya terus berubah-ubah. Pada awal Berita Acara Pemeriksaan (BAP), jumlah yang harus dikembalikan adalah Rp 30 juta, namun dalam pemeriksaan saksi jumlahnya naik menjadi Rp 60 juta, dan sekarang menjadi Rp 90 juta.
“Saya bingung dan belum kembalikan uang kerugian negara. Awal BAP Rp 30 juta, lalu setelah pemeriksaan saksi lainnya naik Rp 60 juta, dan sekarang jadi terdakwa naik Rp 90 juta,” jelas Ulis.
Meski belum memiliki uang sebesar itu, Ulis mengaku siap mengembalikan uang kerugian negara tersebut dengan cara meminjam uang ke bank dan menjaminkan barang-barang milik keluarganya.
Dengan pengembalian uang tersebut, Ulis berharap Majelis Hakim memberikan hukuman yang seringan-ringannya. “Saya sedih dan menyesal akan jadi seperti ini, sudah 30 tahun saya mengabdi untuk desa. Malah dijadikan terdakwa seperti ini oleh beberapa oknum,” ucapnya sembari menangis.
Sidang yang berlangsung selama tiga jam itu ditunda pekan depan untuk mendengarkan tuntutan dari pihak JPU. (*)