KabarBaik.co – Sidang dugaan kasus pelecehan seksual yang melibatkan oknum perwira TNI AL, Lettu Laut (K) dr. RBEP, kembali digelar di Pengadilan Militer III-12 Surabaya, Senin (25/8). Persidangan keempat ini berlangsung sejak pukul 11.00 hingga sekitar pukul 19.00 WIB. Lima orang saksi dihadirkan, termasuk korban yang merupakan anak tiri terdakwa.
Korban merupakan seorang mahasiswi berusia 21 tahun. Dugaan pelecehan itu terjadi di rumah mereka di Surabaya pada Juni 2021. Tidak hanya fisik, terdakwa juga disebut melakukan pelecehan verbal berulang kali.
Kuasa hukum korban Mochammad Irfan Syaifuddin menegaskan bahwa pihaknya mendesak agar terdakwa dihukum seberat-beratnya. Menurutnya, terdakwa tidak pantas mendapat keringanan karena merupakan residivis kasus KDRT dan penelantaran keluarga.
“Kami harap terdakwa dihukum maksimal. Ini bukan hanya soal hukum, tapi juga martabat keluarga dan kehormatan institusi TNI AL. Sebagai perwira, harusnya memberi teladan, bukan malah menjadi pelaku kejahatan terhadap anak tirinya sendiri,” tegas Irfan usai sidang tertutup di Pengadilan Militer III-12 Jalan Juanda Sidoarjo.
Irfan menjelaskan kelima saksi yang hadir terdiri dari ibu kandung korban, kakak korban, tante korban, korban sendiri, serta satu orang saksi ahli dari RSAL Surabaya.
“Pelecehan fisik memang hanya sekali, tapi secara verbal dilakukan beberapa kali. Itu menimbulkan trauma yang mendalam bagi korban,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa terdakwa sebelumnya sudah dua kali terbukti bersalah dalam kasus berbeda, yakni penelantaran istri serta kekerasan dalam rumah tangga. Dalam salah satu kasus, terdakwa hanya dijatuhi vonis 6 bulan percobaan dengan tambahan 5 bulan penjara setelah banding.
“Faktor pemberat sangat jelas. Terdakwa ini residivis, pelaku kekerasan dalam rumah tangga, dan sekarang diduga pelaku kekerasan seksual terhadap anak tiri. Tidak ada alasan untuk memberinya hukuman ringan,” ujarnya.
Sebelumnya, tangis histeris sempat pecah dalam sidang 9 Januari 2025. Saat itu majelis hakim hanya menjatuhkan vonis 6 bulan percobaan terhadap terdakwa dalam kasus KDRT. Istri terdakwa dan dua anak sambungnya menangis kecewa di ruang sidang utama Pengadilan Militer III-12 Surabaya.
“Ini bukan hanya tentang korban secara individu, tapi juga tentang bagaimana hukum bisa benar-benar berdiri tegak melawan kekerasan dalam lingkup keluarga, terutama oleh aparat berseragam,” kata Irfan.
Ia berharap pengadilan militer menjadikan perkara ini sebagai preseden agar institusi TNI tidak lagi memberi ruang bagi oknum yang mencoreng nama baik.
“Kami membawa yurisprudensi dan saksi ahli, semua bukti mendukung tuntutan maksimal. Kami ingin ini menjadi momentum bersih-bersih institusi dari oknum tak bertanggung jawab,” pungkasnya.
Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pembacaan tuntutan oleh oditur militer. Pihak kuasa hukum menegaskan akan terus mengawal proses hukum hingga tuntas. (*)