KabarBaik.co – Anggota DPRD Jawa Timur Wiwin Isnawati Sumrambah menyoroti fenomena pergeseran budaya dan pola hidup masyarakat Indonesia di tengah derasnya arus globalisasi. Ia menilai nilai-nilai luhur bangsa kini mulai bergeser akibat pengaruh budaya luar dan dorongan komersialisasi.
Hal itu disampaikan Wiwin dalam kegiatan sosialisasi literasi budaya untuk membangun sikap toleransi masyarakat di Jombang, Jawa Timur, Kamis (30/10).
“Pendiri negara kita sudah bersusah payah membangun konsep kehidupan berlandaskan Pancasila dan budaya yang beragam. Tapi sekarang, pola hidup kita mulai bergeser karena pengaruh luar,” ujar Wiwin.
Wiwin menilai kekayaan budaya Indonesia dari Sabang sampai Merauke kini mulai tergerus oleh gaya hidup modern yang cenderung meninggalkan akar budaya sendiri.
Menurutnya, salah satu perubahan mencolok terjadi pada fungsi kesenian di masyarakat. Dulu, kesenian menjadi media penyampai pesan moral dan nilai kehidupan, kini lebih banyak diarahkan untuk kepentingan komersial.
“Dulu, kesenian itu produk budaya yang punya nilai tuntunan dan tatanan, sekaligus tontonan. Seperti yang dilakukan Sunan Kalijaga, beliau menyampaikan pesan lewat budaya. Sekarang, kesenian lebih mengejar pasar dan persaingan tampilan,” jelasnya.
Selain itu, Wiwin juga menyinggung pergeseran budaya dalam kehidupan keluarga akibat kemajuan teknologi. Ia mencontohkan, penggunaan gawai (gadget) kini mulai menggantikan interaksi antara orang tua dan anak.
“Sekarang anak-anak lebih sering berinteraksi dengan gadget daripada orang tuanya. Ibu-ibu membiarkan anak nonton kartun atau main ponsel supaya tidak mengganggu. Padahal, tanpa sadar itu membentuk budaya baru dalam keluarga,” katanya.
Wiwin menilai, media sosial menjadi pintu masuk bagi penjajahan budaya modern. Tren makanan, gaya hidup, hingga hiburan mudah sekali viral dan menular ke berbagai daerah tanpa memperhatikan asal budayanya.
“Contohnya seblak. Dulu orang luar Jawa Barat mungkin tidak mengenalnya, tapi karena viral di media sosial, sekarang seolah-olah jadi makanan khas di mana-mana. Ini contoh kecil bagaimana budaya luar bisa diadaptasi tanpa disadari,” ujarnya.
Di akhir paparannya, Wiwin mengajak masyarakat untuk kembali menjadikan budaya sebagai pandangan hidup, bukan sekadar hiburan atau komoditas.
“Budaya itu seharusnya jadi tuntunan, bukan hanya tontonan. Kita harus sadar bahwa jati diri bangsa ada di sana. Jangan sampai kita kehilangan arah karena terlalu mudah menerima pengaruh luar,” tegasnya. (*)


 
													






