KabarBaik.co- Kasus penculikan dan pembunuhan Kepala Kantor Cabang Pembantu Bank BRI Cempaka Putih, Muhammad Ilham Pradipta, makin mendapat perhatian publik. Hingga kini, polisi sudah menangkap 8 orang yang diduga terlibat dalam tindakan sadistis itu. Namun, hingga Senin (25/8), Polda Metro Jaya belum juga memberikan keterangan resmi ke publik melalui konferensi pers.
Padahal, sebelumnya, Ketua Komisi III (Bidang Hukum, HAM, dan Keamanan) DPR RI Habiburokhman sudah menegaskan bahwa pihaknya mendorong Polda Metro Jaya bekerja maksimal dan segera memberi penjelasan terbuka kepada publik. Politikus Gerindra itu berharap kepolisian tidak menunda terlalu lama.
“Kami mendukung Polda Metro Jaya untuk bersikap tegas terhadap kejahatan seperti ini. Tindak kejahatan yang brutal sama sekali tidak bisa ditoleransi. Jangan sampai ada pihak-pihak yang merasa berada di atas hukum dan bisa berbuat seenaknya,” tegasnya di akun Instagramnya, Jumat (22/8) lalu.
Dia berharap dalam waktu tidak terlalu lama, kalau bisa pada hari Senin (25/7) ini, Polda Metro Jaya dapat merilis perkembangan perkara ini untuk menjelaskan latar belakangnya serta mengungkap siapa saja yang terlibat.
Meski ultimatum sudah disampaikan ketua Komisi III DPR RI, hingga berita ini ditulis belum ada konferensi pers resmi dari Polda Metro Jaya. Beberapa awak media yang berusaha mengonfirmasi untuk mendapatkan update lebih detil, hanya mendapat jawaban singkat. Intinya, proses penyidikan masih berjalan.
Sebagaimana diberitakan, polisi sudah menangkap delapan tersangka. Empat orang pertama berinisial AT, RS, RAH, dan RW, ditangkap di Johar Baru, Jakarta Pusat, serta di Bandara NTT ketika hendak melarikan diri. Empat lainnya, diduga aktor intelektual, berinisial DH, C, YJ, dan AA. Mereka diamankan di Solo, Jawa Tengah, dan di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK), Jakarta Utara.
Kasus ini bermula ketika Ilham Pradipta diculik di area parkir Kantor Pusat PT Lotte Mart Indonesia, Ciracas, Jakarta Timur, pada Rabu (20/8). Sehari kemudian, jasadnya ditemukan dalam kondisi mengenaskan: tangan dan kaki terikat, mata dilakban.
Tidak hanya pihak keluarga korban, publik kini masij menanti penjelasan resmi dari kepolisian. Terutama mengenai motif, peran masing-masing tersangka, serta pasal yang akan diterapkan. Apakah penganiayaan hingga menyebabkan kematian ataukah pasal pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP) dikenakan, dengan ancaman seumur hidup atau hukuman mati.
Toh, Polda Metro Jaya belum menggelar konferensi pers sebagaimana harapan ketua Komisi III DPR RI dan dinantikan masyarakat luas. Penundaan ini memunculkan dugaan bahwa polisi masih mendalami jaringan lebih besar di balik delapan tersangka yang sudah ditangkap tersebut.
Bisa jadi masih ada pihak lain yang diduga terlibat, sehingga penyidik memilih berhati-hati sebelum membuka kasus ke publik. Sebelumnya, analisa sementara menyebut bahwa motif kasus ini kemungkinan berkaitan dengan persoalan bisnis, utang-piutang atau kredit, atau konflik internal yang melibatkan kepentingan ekonomi. Nah, mungkin polisi masih perlu memastikan benang merah antara motif, peran tiap tersangka, serta kemungkinan adanya aktor lain yang masih buronan sebelum mengumumkan hasil penyidikan ke publik.
Di sisi lain, keterlambatan rilis resmi juga menyimpan risiko. Publik yang menanti informasi bisa terjebak dalam asumsi-asumsi liar. Bahkan, berpotensi mempercayai hoaks yang berseliweran di media sosial. Jika tidak segera diantisipasi, kekosongan informasi justru bisa menciptakan bias opini dan merugikan kredibilitas atau reputasi lembaga. Baik BRI sebagai salah satu BUMN maupun citra Polri sendiri. (*)