KabarBaik.co – Perjuangan petani muda asal Kelurahan/Kecamatan Purwosari, Kabupaten Pasuruan, Alvin Prasetyo, dalam membuktikan bertani tidak harus kotor dan berlumuran lumpur perlahan mulai berhasil. Dengan pengolahan modern terciptalah pertanian masa depan yang menjanjikan.
Dengan konsep green house seluas 6×10 meter di sekitar rumahnya, Alvin berhasil mengembangkan pertanian modern. Aliran nutrisi untuk tanaman yang terus mengalir menjadi bukti bahwa pertanian modern telah berjalan sesuai rencana. Hal itu untuk menunjang udara menggunakan blower sebagai pemasoknya.
Sesekali Alvin memeriksa larutan nutrisi yang menggenang di pipa-pipa hidroponik. Seperti tekadnya semula, dia memastikan pertanian modern menjadi masa depan yang cerah. Namun, semua itu tidak datang tiba-tiba. Capaiannya tersebut berawal dari keterlibatannya dalam Long Term Training K-Smart Farm di Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Ketindan, Malang, pada 2024 lalu.
”Pelatihan selama enam bulan itu merupakan hasil kerja sama Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Korea Selatan,” kata Alvin di sela-sela melihat tanamannya, Sabtu (27/9).
Alvin yang merupakan lulusan SMK Purwosari jurusan pertanian ini menjadikan pengalaman berharga itu menjadi pintu untuk mengikuti program pelatihan lanjutan. Kurikulum yang dijalankan pun komprehensif, mulai dari budidaya modern, manajemen usaha tani, hingga strategi pemasaran digital.
“Awalnya saya belajar stroberi, paprika, sama tomat, tapi yang paling saya tekuni eksperimen tomat, selama mengikuti program. Metodenya canggih, semua serba komputerisasi. Dari segi penanaman sampai pengendalian nutrisi, semua berbasis smart farming,” tuturnya.
Sepulang dari pelatihan, Alvin tak menunggu waktu lama untuk mengaplikasikan ilmu yang didapat. Bersama sang ayah, Saminu, ia mulai merintis green house pertama. Namun, jalan menuju keberhasilan tak semulus yang dibayangkan. Apalagi, awalnya ayah kurang yakin. Tapi demi membuktikan keseriusannya, dia menebar 15 bibit tanaman di lahan dekat rumah kakaknya.
Alvin bersyukur hanya satu pohon yang tak berbuah. Sejak saat itu dukungan keluarga pun makin kuat. Dua bulan lalu Alvin merasakan manisnya panen perdana. Sekitar 150-an bibit melon yang ditanam tumbuh subur. Buahnya besar-besar, rata-rata seberat tiga kilogram. “Umurnya saat panen perdana sekitar 2,5 bulan. Memang baru sekali panen karena masih trial. Tapi rasanya luar biasa, bisa memanen hasil dari ilmu yang saya dapat,” katanya dengan wajah semringah.
Kini, Alvin menanam kembali 162 pohon melon premium. Jenis yang dipilih adalah honey globe, red aroma, dan the blues, varietas yang sedang digandrungi pasar. Fokus Alvin sederhana, satu pohon, satu buah, agar kualitas terjaga. “Kalau ada modal, saya ingin bikin lebih besar lagi,” tekadnya.
Alvin menyesuaikan dosis agar lebih efisien, tanpa mengurangi kualitas tanaman. Sistem yang dipilih pun bukan tanpa alasan. Ia menggunakan Deep Flow Technique (DFT) karena dinilai lebih aman di daerah yang rawan pemadaman listrik. “Kalau sistem lain, perawatannya lebih banyak. Dengan DFT, air selalu ada, jadi lebih simpel,” katanya.
Ke depan, Alvin tidak hanya ingin fokus pada melon. Ia juga berencana membudidayakan tomat cherry atau bahkan anggur. “Tomat lebih jarang ditanam, perawatannya juga tidak begitu banyak. Lagi pula, dari dulu saya sudah coba-coba tomat,” ujarnya. Dengan langkah kecil namun konsisten, Alvin menunjukkan wajah baru petani muda di Pasuruan. “Saya cukup yakin pertanian yang modern dan inovatif tetap menjanjikan,” sambungnya. (*)






