KabarBaik.co- Bahlil Lahadalia, Menteri Energi Sumber Daya Manusia (ESDM) dan ketua umum DPP Partai Golkar, bisa jadi bernafas lega. Meski dinilai bermasalah, gelar doktor yang telah diujikan terbuka pada Oktober 2024 lalu, tidak jadi dibatalkan. Pihak Universitas Indonesia (UI) hanya menjatuhkan sanksi kepada para pihak yang terlibat. Sanksi itu disesuaikan dengan tingkat pelanggaran akademik.
’’Pembinaan kepada promotor, ko-promotor, direktur, kepala program studi, dan juga mahasiswa yang terkait, sesuai dengan tingkat kelanggaran (pelanggaran) akademik dan etik yang dilakukan, proporsional, secara objektif,” ujar Rektor UI Prof Heri Hermansyah dalam konferensi pers di Kampus UI Salemba, Jakarta, Jumat (7/3).
Dengan memperhatikan kearifan akademik, semangat perbaikan institusi, dan menjaga integritas akademik, lanjut Heri, pembinaan dilakukan mulai dari penundaan kenaikan pangkat untuk jangka waktu tertentu. ’’Permintaan permohonan maaf pada civitas akademik UI dan juga peningkatan kualitas disertasi serta publikasi ilmiah,’’ ujarnya.
Tidak dijelaskan dengan transparan apa sanksi dan pelanggaran yang dimaksud. Namun, Direktur Humas, Media, Pemerintah dan Internasional UI Arie Afriansyah menyatakan, sanksi yang diberikan berdasarkan pada surat keputusan (SK) perorangan. Dengan demikian, setiap individu akan mendapatkan sanksi hal yang berbeda.
Arie menyebut, SK tersebut belum disampaikan kepada pihak-pihak yang bersangkutan. Sebab, baru saja ditandatangani hari ini (7/3). Termasuk, SK menyangkut keputusan disertasi Bahlil Lahadalia, sebagai mahasiswa. ’’Karena ini adalah bersifat individual, maka yang mengetahui adalah yang bersangkutan,’’ paparnya.
Sebelumnya, empat organ UI yang terdiri atas Dewan Guru Besar, Majelis Wali Amanat, Senat Akademik Universitas, dan Rektorat telah mengadakan pertemuan Selasa (4/3) lalu. Dalam risalah rapat pleno yang telah beredar, pihak UI menemukan fakta bahwa disertasi Bahlil terindikasi melanggar empat standar akademik UI.
Pertama, tidak jujur dalam pengambilan data karena diperoleh tanpa izin narasumber dan tidak transparan dalam penggunaannya. Kedua, pelanggaran standar akademik karena Bahlil diterima dan lulus dalam waktu singkat tanpa memenuhi syarat akademik yang ditetapkan kampus UI.
Ketiga, Bahlil ditengarai mendapatkan perlakuan khusus dalam proses akademik, mulai dari pembimbingan hingga kelulusan, termasuk dugaan mengubah penguji disertasi secara mendadak. Keempat, proses ini disebut sarat konflik kepentingan karena promotor dan ko-promotor disebut memiliki keterkaitan profesional dengan kebijakan Bahlil saat menjabat sebagai pejabat negara.
Dikutip dari laman resmi UI, Bahlil meraih gelar doktor UI setelah mempertahankan disertasi bertajuk “Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia” dalam Sidang Promosi Doktor yang berlangsung di Makara Art Center (MAC) UI, 16 Oktober 2024.
Sidang tersebut diketuai oleh Prof Dr I Ketut Surajaya, dengan Prof Dr Chandra Wijaya sebagai promotor, serta Dr Teguh Dartanto dan Athor Subroto Ph.D sebagai ko-promotor. Tim penguji terdiri atas para ahli seperti Dr Margaretha Hanita SH, Prof Dr A. Hanief Saha Ghafur, Prof Didik J. Rachbini MSc PhD, Prof Dr Arif Satria dan Prof Dr Kosuke Mizuno.
Turut hadir pada sidang tersebut sejumlah pejabat tinggi, akademisi, dan tokoh industri. Beberapa di antaranya adalah Prof Dr (HC) KH Ma’ruf Amin, yang saat itu masih menjadi Wapres. Lalu, Jusuf Kalla, Wapres periode 2004–2009 dan 2014–2019.
Selain itu, Ketua MPR RI Ahmad Muzani, Wakil Ketua MPR H. Kahar Muzakir, Wakil Ketua DPR Dr Ir Adies Kadir, Ketua DPD RI Sultan Baktiar Najamudin, Wakil Ketua MK Prof Dr Anwar Usman, dan Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Hashim Sujono Djojohadikusumo. (*)