KabarBaik.co – Pemerintah melakukan perubahan signifikan dalam sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB).
Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Fajar Riza, mengumumkan bahwa istilah zonasi kini diganti dengan domisili. Perubahan ini bertujuan untuk memberikan fleksibilitas lebih besar bagi siswa dalam memilih sekolah sekaligus memastikan pemerataan akses pendidikan di seluruh Indonesia.
Dalam keterangannya kepada Gedung Auditorium Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Fajar Riza menegaskan bahwa perubahan ini bukan sekadar pergantian istilah, tetapi juga penyempurnaan dari sistem sebelumnya. Menurutnya, sistem domisili akan lebih adil dibandingkan sistem zonasi yang selama ini diterapkan.
“Kami telah mengubah istilah zonasi menjadi domisili. Ini bukan hanya pergantian nama, tetapi ada penyempurnaan agar lebih adil dan fleksibel,” ujarnya, Selasa (11/2).
Perbedaan utama antara zonasi dan domisili terletak pada cakupan wilayah dan fleksibilitas dalam penerimaan siswa. Sistem zonasi sebelumnya membatasi pendaftaran berdasarkan jarak tempat tinggal yang sangat ketat. Sementara itu, sistem domisili memberikan kelonggaran dengan mempertimbangkan berbagai faktor lain agar siswa dapat mengakses sekolah yang lebih sesuai dengan kebutuhannya.
Selain perubahan istilah tersebut, pemerintah juga mengubah sistem PPDB menjadi Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB). Dalam sistem baru ini, terdapat empat jalur utama penerimaan, yakni domisili, afirmasi, prestasi, dan mutasi. Perubahan ini terutama berdampak pada jenjang SMA, di mana konsep rayonisasi memungkinkan siswa mendaftar ke sekolah di luar kabupaten, bahkan lintas provinsi.
“Domisili adalah salah satu dari empat jalur utama dalam PPDB yang saat ini juga di rubah menjadi SPMB, bersama afirmasi, prestasi, dan mutasi. Untuk jenjang SMA, sistem ini akan menerapkan konsep rayonisasi, yang memungkinkan siswa mendaftar ke sekolah di luar kabupaten, bahkan lintas provinsi,” jelasnya.
Sementara itu, untuk jenjang SD dan SMP, kebijakan domisili masih mempertahankan prinsip keterikatan dengan wilayah tempat tinggal siswa.
Namun, pemerintah memberikan sejumlah penyesuaian agar aturan ini lebih fleksibel dibandingkan sistem zonasi sebelumnya. Dengan demikian, siswa tetap memiliki peluang lebih besar untuk bersekolah di tempat yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan mereka.
Pemerintah berharap bahwa dengan kebijakan baru ini, sistem pendidikan menjadi lebih inklusif dan merata di seluruh Indonesia. Selain itu, fleksibilitas dalam pemilihan sekolah juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan dan memberikan kesempatan yang lebih luas bagi siswa untuk mengembangkan potensinya. (*)