KabarBaik.co- Warga tiga kecamatan di Kota Surabaya, belakangan dibuat resah. Mereka menyuarakan kekecewaan atas kebijakan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Surabaya 1 yang dinilai menghambat hak kepemilikan tanah warga. Melalui Forum Aspirasi Tanah Warga (Fatwa) Surabaya, mereka melayangkan surat resmi kepada Kepala BPN Surabaya 1 dan juga menyampaikan salinannya kepada Presiden RI Prabowo Subianto melalui Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir.
Surat bertanggal Oktober 2025 itu merupakan tindak lanjut dari audiensi yang digelar pada Rabu, 15 Oktober 2025, di Gedung Srijaya, Mayjend Sungkono, Surabaya. Pertemuan tersebut dihadiri oleh ribuan warga dari Kecamatan Sawahan, Dukuh Pakis, dan Wonokromo, yang mengaku terdampak oleh kebijakan pemblokiran tanah oleh BPN.
Dalam surat yang ditandatangani Ketua Fatwa Surabaya drh Muchlis Anwar, forum tersebut menyampaikan tiga tuntutan utama. Pertama, meminta BPN Surabaya 1 segera membuka blokir terhadap tanah hunian warga yang sudah memiliki surat resmi seperti SHM (Sertifikat Hak Milik), HGB (Hak Guna Bangunan), dan surat persaksian. Kedua, mendesak PT Pertamina agar tidak lagi mengklaim tanah-tanah yang telah ditempati warga dengan dasar kepemilikan sah. Ketiga, meminta pemerintah melalui BPN untuk melaksanakan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) masal di tiga kecamatan tersebut.
Fatwa Surabaya memberi tenggat waktu 30 hari sejak audiensi, yakni hingga 14 November 2025, bagi BPN Surabaya 1 untuk menindaklanjuti tuntutan tersebut. Jika tidak, forum siap untuk mengerahkan massa kembali untuk menuntut hak warga secara langsung di kantor BPN. “Kami berharap Kepala BPN Surabaya 1 memahami aspirasi warga dan segera mengambil langkah nyata untuk menyelesaikan permasalahan ini,” ujar Muchlis dalam suratnya.
Langkah Fatwa Surabaya ini menandai meningkatnya tekanan publik terhadap lembaga pertanahan di daerah. Terutama menyangkut persoalan blokir tanah yang dinilai sangat merugikan dan melanggar hak dasar warga negara. Terlebih mereka yang terdampak adalah warga berpenghasilan menengah ke bawah di kawasan padat penduduk Kota Surabaya. Kebijakan BPN itu dianggap tidak sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo. (*)







