KabarBaik.co – Turki bergejolak. Aksi unjuk rasa terjadi di segenap penjuru negeri sejak Rabu (19/3) hingga Jumat (21/3) waktu setempat. Demo ini berimbas anjloknya pasar saham. Aksi dipicu penangkapan Ekrem Imamoglu, Wali Kota Istanbul, oleh pemerintah karena dianggap terlibat korupsi dan terorisme.
Penangkapan tersebut membuat ketidakpercayaam para investor. Mereka pun memberikan reaksi negatif terhadap pasar keuangan. Hal ini juga berdampak bursa saham mengalami gelombang kejut. Bahkan, memicu penghentian sementara perdagangan (trading halt) pada Rabu.
Sepintas, beberapa tengara setidaknya menunjukkan seperti kejadian di Indonesia dalam beberapa hari terakhir. Serentetan peristiwa, sempat membuat Bursa Efek Indonesia (BEI) melakukan trading halt. Kebijakan tersebut diambil setelah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 5,02 persen ke level 5.146 pada penutupan perdagangan sesi pertama, Selasa, 18 Maret 2025.
Untuk diketahui, Ekrem Imamoglu merupakan rival politik utama Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Imamoglu ditangkap beberapa hari sebelum ditetapkan sebagai kandidat presiden oleh CH (partai oposisi) dalam Pemilihan Presiden 2028 mendatang. Sejak itu, ratusan ribu massa turun ke jalan. Dilaporkan, para peserta aksi ini didominasi oleh mahasiswa.
Pendemo menolak keputusan Universitas Istanbul yang belakangan mencabut ijazah Imamoglu. “Kami memprotes penangkapan Imamoglu dan keputusan Universitas Istanbul,” kata Akses Zaimovic, wartawan Al Jazeera.
Para demonstran menyatakan, aksi mereka untuk menuntut keadilan. Bukan untuk dukung-mendukung satu partai politik. Gerakan tersebut bertujuan mengirimkan pesan kepada penguasa tentang ketidakadilan sistemik di masyarakat Turki. Dalam aksinya, peserta membentangkan spanduk yang berbunyi: ’’Jangan takut, rakyat ada di sini.” dan banyak lagi.
Awalnya, aksi hanya berlangsung di Istanbul. Namun, belakangan meluas hingga menyebar sampai ke 32 provinsi di Turki. Beberapa aksi protes berujung terjadinya bentrokan massa dengan aparat kepolisian. Bahkan, petugas sempat menembakkan peluru karet dan gas air mata untuk membubarkan aksi massa.
Beberapa media Turki melaporkan, sejak unjuk rasa dimulai Rabu lalu, sebanyak 88 pengunjuk rasa telah ditangkap. Tidak hanya itu. Ada 54 orang juga ditangkap karena unggahannya di media sosial dianggap menebarkan ujaran kebencian.
Presiden Recep Tayyip Erdogan dilansir media setempat menegaskan, pemerintah tidak akan menoleransi protes jalanan dan menuduh Partai Rakyat Republik (CHP) yang dipimpin Imamoglu berusaha menimbulkan kerusuhan. ‘’Kami tidak akan membiarkan segelintir oportunis menimbulkan kerusuhan di Turki,’’ terang Erdogan.
Perkembangan Saham dan Mata Uang Lira
Penangkapan Imamoglu yang dianggap sebagai tokoh penting dalam politik Turki, telah memicu reaksi negatif dari pasar. Kondisi itu menambah ketidakpastian yang sebelumnya sudah terjadi.
Berdasar laporan Bloomberg, mata uang Lira Turki mengalami penurunan 0,5 persen pada level 37,9482 per Dolar AS pada Jumat (21/3). Penurunan Lira ini merupakan kelanjutan tren negative sebelumnya. Lira telah anjlok 37 persen selama lima hari terakhir. Situasi itupun mencatatkan terburuk sejak Juni 2023.
Tak hanya Lira, obligasi di Turki yang berdenominasi Dolar pun menunjukkan penurunan yang signifikan selama tiga hari berturut-turut. Bahkan, obligasi bertenor panjang kehilangan 2 sen. Ini merupakan penurunan terbesar sejak Januari 2024.
Bursa saham mengalami kejatuhan drastis sehingga pemerintah terpaksa memberlakukan trading halt. Bursa ditutup di level terendah 904.464 dan mencatat penurunan sebesar 16,73 persen dalam empat hari, menjadikannya sebagai rekor terburuk sejak Krisis Keuangan Global pada 2008. Investor ramai-ramai menjual saham Turki senilai 9 miliar Dolar AS atau sekitar Rp 147 triliun.
Seorang pejabat bank sentral menjelaskan kepada Bloomberg, upaya trading hall itu dilakukan untuk mengekang volatilitas arus keluar simpanan Lira di awal minggu. Namun, hasilnya malah memicu aksi jual massal. Dalam upaya merespons ketidakstabilan akibat situasi politik, Bank Sentral Turki menaikkan suku bunga overnight. Kebijakan ini diambil sebagai upaya menahan krisis ekonomi yang semakin mendalam.
Krisis Turki pasca penangkapan Imamoglu dan juga beberapa krisis di sejumlah negara lain, setidaknya menjadi bukti kerentanan ekonomi suatu negara terhadap dinamika politik internal. Ketidakpastian politik berpotensi menyebabkan distrust pada pemerintah. Dampaknya antara lain memicu aksi jual massal saham dari investor hingga berimbas kerugian besar bagi perekonomian negara bersangkutan. (*)