Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara Sebut Potensi Penyalahgunaan Kekuasaan RUU KUHAP Bisa Mengancam Sistem Peradilan

oleh -135 Dilihat
IMG 20250221 WA0039
Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara Prof. DR. KH M. Noor Harisudin. (Ist)

KabarBaik.co – Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara Prof. DR. KH M. Noor Harisudin menyebut pemberian kewenangan atau kekuasaan (abouse of power) dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) bisa menimbulkan penyalahgunaan kekuasaan.

Ia mengatakan tanpa adanya perubahan signifikan, rancangan ini berisiko mengancam keseimbangan dalam sistem peradilan.

“Khususnya lembaga seperti kejaksaan. Jika RUU KUHAP disahkan tanpa perubahan substansial, kita akan kehilangan check and balance. Jaksa berisiko menjadi lembaga super body yang tak terkendali dan rawan penyimpangan,” kata Noor usai mengisi seminar nasional yang bertema kesetaraan peran dan kewenangan dalam (RUU KUHAP), Jumat (21/2).

kabarbaik lebaran

Noor juga mengingatkan, ketimpangan kewenangan tersebut bisa memicu kegaduhan di kalangan aparat penegak hukum (APH).

“Jika kewenangan terpusat hanya pada satu lembaga, penyalahgunaan kekuasaan menjadi hal yang sangat mungkin. Sudah banyak kasus penyimpangan di kalangan polisi, jaksa, hakim, hingga advokat,” terangnya.

“Di negara Belanda, sistem ini mungkin berlaku karena jumlah penduduk mereka hanya 17 juta. Di Indonesia, dengan 280 juta penduduk, sistem ini akan berbahaya,” imbuhnya.

Mantan Dekan Fakultas Syariah UIN KHAS Jember itu menilai, kewenangan besar bagi Kejaksaan berisiko memicu ketidakharmonisan antara Kepolisian dan Kejaksaan, yang selama ini berjalan dengan posisi setara.

“Jika Kejaksaan diberi lebih banyak kewenangan, bisa timbul konflik dengan Kepolisian,” tambahnya.

Ia menambahkan, sentralisasi pengendalian perkara yang diusulkan dalam rancangan ini justru bisa memperlambat proses hukum.

“Jika kontrol terpusat di Jakarta, bagaimana dengan perkara di daerah? Proses hukum bisa terhambat dan ini akan menambah ketidakpastian hukum,” ujar Noor.

Dengan berbagai masalah ini, ia menekankan pentingnya evaluasi lebih lanjut terhadap RUU KUHAP sebelum disahkan.

“Revisi KUHAP harus memperbaiki sistem yang ada, bukan membuka celah bagi penyalahgunaan kekuasaan yang lebih besar,” pungkasnya.

Sementara itu, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jember, Prof. Arief Amrullah mengatakan menyoroti potensi ketimpangan kewenangan antara Kepolisian dan Kejaksaan dalam RUU KUHAP.

“Kewenangan penyidikan ada pada Kepolisian, sementara kewenangan penuntutan ada pada Kejaksaan. Jangan sampai RKUHAP membuat satu lembaga lebih tinggi dari yang lain,” katanya.

Ia juga menegaskan pentingnya transparansi dalam pembahasan RUU-KUHAP agar publik dapat mengkritisi aturan yang berpotensi menimbulkan ketimpangan.

“Jika aturan ini tidak dibuka untuk dialog publik, bisa saja timbul ketidaksetaraan yang mengarah pada penyalahgunaan kewenangan,” pungkasnya. (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Penulis: Dwi Kuntarto Aji
Editor: Gagah Saputra


No More Posts Available.

No more pages to load.