Bertani- Tantangan besar untuk Peum Bulog. Presiden Prabowo Subianto sudah menargettkan swasembada pangan bisa lebih cepat dari rencana awal. Nah, tugas Bulog adalah menyerap gabah dan beras dari para petani seoptimal mungkin. Baik jumlah maupun harga sesuai harga pembelian pemerintah (HPP).
Tahun ini, Pemerintah telah menugaskan Perum Bulog untuk dapat menyerap beras sebanyak 3 juta ton. Jumlah ini meningkat dari target sebelumnya yang hanya 2 juta ton. Untuk kebutuhan itu, Bulog mengaku butuh anggaran mencapai Rp 57 triliun.
Menguji Serap Gabah oleh Bulog
Direktur Keuangan Bulog Iryanto Hutagaol menjelaskan, dari target awal 2 juta ton, sebanyak 1,7 juta ton beras sudah tersimpan di gudang Bulog. ”Dengan kabar akan diminta 3 juta ton menyerap, artinya kita akan mengelola 4,7 juta ton,” kata Iryanto dalam Diskusi Bersama Media: Penyerapan Gabah dan Beras 2025, Jakarta, Rabu (23/1).
Karena target jumlah serapan baru ini, lanjut Iryanto, pihaknya membutuhkan dana sekitar Rp 57 triliun. Kebutuhan anggaran itu mengacu pada HPP dari beras penggilingan seharga Rp 12.000 per kg
”4,7 juta ton dikalikan Rp 12.000 per kilogram, maka kurang lebih Rp 57 triliun harus kita sediakan dalam mengelola beras ini oleh pemerintah. Kami kurang lebih 10 persen biaya pengelolaan dan itulah yang kita butuhkan setiap tahun,” kata dia.
Iryanto mengatakan, pihak Bulog saat ini sedang berdiskusi dengan pemeritah agar pembiayaan lebih terstruktur, termasuk kemungkinan bantuan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Swasembada Lebih Cepat, Presiden Prabowo: Kita Tidak Impor Pangan Lagi
“Saat ini kita dibantu perbankan. Kalau struktur kita dibantu oleh pemerintah, nanti pemerintah sebagian memberikan APBN-nya langsung kepada kita,” kata Iryanto.
Selama ini, Bulog mengandalkan pendapatan dari penyaluran beras untuk recovery dana. “Jadi, kira-kira kita beli dulu, kita simpan, perbaiki, rapikan, salurkan, dan kita mendapatkan bayaran,” tutur Irayanto.
Meskipun menghadapi beban yang sangat berat, Bulog berhasil bertahan dengan meminjam dari perbankan. Hal ini, menurut Iryanto, adalah konsekuensi dari tugas yang harus dijalankan.
“Tapi kita bisa melaksanakan tugas ini dengan baik, mungkin secara teknikal keuangan kita usahakan tetap positif laporan keuangan kita sesuai dengan prinsip akuntansi keuangan Indonesia,” pungkasnya. (*)












