Bertani- Janu Muhammad adalah pemuda lulusan University of Birmingham, Inggris. Jurusan yang diambil Human Geography. Namun, uniknya, saat ini Janu menggeluti agri-sociopreneur. Menanam sayur yang didirikannya pada 2020 silam. Dari usaha yang ia namakan Sayur Sleman itu tidak hanya sebatas memberikan penghasilan, tetapi juga terus menebarkan banyak kemanfaatan bagi orang lain.
Janu lahir dari keluarga sederhana di DIY. Orang tuanya penjual sayuran di Pasar Sleman. Untuk menambah penghasilan, ayah Janu juga menjadi buruh tani. Adapun ibunya terkadang membantu berjualan ayam. Walaupun hidup sederhana, orang tuanya selalu mendorong Janu untuk terus bersekolah. Ibunya rela menyisihkan uang agar Janu bisa berkuliah. Tujuannya jelas agar Janu bisa menjadi orang yang lebih bermanfaat.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di SMAN 2 Yogyakarta, Janu melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi. “SMA dulu saya IPA tapi melanjutkan kuliah di UNY (Universitas Negeri Yogyakarta). Sebenarnya UNY itu pilihan kedua, yang kesatu UGM (Universitas Gadjah Mada) tapi belum rezeki. Kalau di UGM dulu pengin Geografi karena saya memang suka Geografi,’’ kenang lelaki kelahiran 1993 itu dikutip dari Media Keuangan Kemenkeu (17/2).
Sekolah di mana saja asalkan negeri, sudah membuatnya senang. Sebab, biayanya dianggap lebih terjangkau. Janu menyadari kemampuan orang tuanya juga terbatas. Ketika ditanya kenapa harus jurusan Geografi, Janu mantap menjawab. ‘’Selain saya suka belajar tentang ilmu alam dan juga ilmu manusia, Geografi merupakan perpaduan dua rumpun, ilmu sosial dan juga ilmu alam,’’ ujarnya.
Janu sempat mengikuti summer school di Universitiet Utrecht, Belanda, saat masih berkuliah. Setelah 3 tahun 8 bulan, Janu mengenyam studi di UNY, pada 2015 Janu berhasil lulus dengan predikat lulusan terbaik. Setelah lulus, Janu sempat bekerja di salah satu start up belajar online. Namun hanya beberapa bulan, Janu memutuskan untuk keluar. Gaji yang ia kumpulkan selama bekerja digunakannya untuk melakukan tes IELTS. Setelah lulus, Janu memang sudah membulatkan tekad untuk melanjutkan studi.
Banyak seleksi yang Janu ikuti. Banyak juga kegagalan demi kegagalan yang Janu temui. Namun, Janu tidak cepat menyerah. Pada 2016, Janu menerima beasiswa pertukaran pelajar dari pemerintah Amerika, yang bertajuk Young Southeast Asian Leaders Initiative (YSEALI) di Arizona State University pada jurusan Civic Engagement.
Pada tahun itu pula Janu akhirnya berjodoh lewat program beasiswa LPDP. Janu mendaftar lewat program beasiswa afirmasi alias tidak mampu. Janu memilih untuk melanjutkan studi ke Inggris, tepatnya di University of Birmingham. Janu memilih program Human Geography. “Itu ngambil masih linear sebenarnya Geografi, tapi saya fokus di Geografi manusia ataupun human geography. Karena memang saya lebih banyak ilmu sosial yang saya pelajari di situ,” terang Janu.
Pada 2017, Janu berhasil menyelesaikan pendidikannya di Inggris. Janu memilih untuk kembali ke Sleman. Banyak hal yang dilakukan. Janu pernah bersama beberapa temannya mendirikan sebuah kampus. Setelah kampus itu berdiri, Janu merasa belum puas. Dalam lubuk hatinya ia ingin mengajar, kembali ke habitatnya sebagai guru.
Bersama beberapa koleganya, Janu mendirikan sebuah sekolah Islam di Yogyakarta. Sekolah tersebut berdiri mulai dari jenjang TK hingga SMP. Janu mengurus segala hal. Mulai dari pendirian, perijinan, rekrutmen guru hingga pencarian siswa. Bahkan, Janu didapuk sebagai kepala sekolah saat itu, di usianya yang baru menginjak 25 tahun. “Dari situ memang sebelumnya tersalurkan juga passion saya ngajar karena memang saya senang berbagi,” kata Janu.
Selain menjadi kepala sekolah, Janu merangkap beberapa pekerjaan. Dari guru kelas hingga humas di yayasan. Hal itu membuat Janu sedikit gusar, musabab banyak waktu yang harus dihabiskan. “Jadi ada sesuatu yang hilang menurut saya. Seperti mungkin kegemaran lain, hobi, beraktivitas sosial, ataupun berkomunitas hilang gitu selama 3 tahun,” terang Janu.
Sebenarnya tak ada penyesalan dalam dirinya. Bahkan Janu banyak bersyukur telah diberi banyak pengalaman. “Bagi saya, setiap pengalaman ada pembelajarannya. Jadi kalau ada masalah atau apa ya kita bukan untuk malah lari ataupun bersembunyi, tapi memang harus dihadapi. Perkara nanti hasilnya seperti apa, saya serahkan sama Allah SWT,” ungkapnya.
Pada 2020, pandemi yang menyebar hampir di seluruh dunia termasuk Indonesia Hal itu sedikit mengubah ritme hidup Janu. Pasar mulai sepi, banyak aspek yang berubah dalam berkehidupan. Pasar tempat orang tuanya berjalan mulai sepi. Banyak dagangan yang tidak laku. Bukan hanya dialami orang tuanya, tapi hampir semua pedagang merasakan dampak dari pandemi.
Berawal dari curhatan orang tuanya yang mengeluh dagangan sepi, Janu bersama istrinya mencoba membantu dengan menjajakan produk-produk di pasar seperti sayuran lewat Instagram dan pesanan lewat WhatsApp. Respons lumayan. Waktu itu, 15 sampai 20 orderan setiap hari. Mulai dari wilayah Klaten hingga Magelang. Saat itu, perjalanannya cukup berat. Janu harus bisa membagi waktu. Malam Janu menyiapkan pesanan sayur. Setelah Subuh, harus mengantar pesanannya, dan sebelum setengah tujuh pagi ia harus sudah berada di sekolah untuk mengajar yang lokasinya berada di kaki Gunung Merapi.
Setahun berlalu, Janu merasa harus lebih berfokus pada pekerjaannya. Dengan segala pertimbangan, Janu harus meninggalkan profesi gurunya. Janu memilih untuk berfokus membesarkan usaha berjualan sayurnya yang belakangan diberi nama “Sayur Sleman”. Alasannya sederhana. “Sekarang saya bisa (bekerja) di rumah. Lebih nyaman ya ternyata. Saya bisa lebih banyak interaksi dengan keluarga dan masyarakat,” ucapnya. Pada 2021, setelah anak keduanya lahir, Janu memutuskan berhenti menjadi guru.
Sayur Sleman Menebar Manfaat
Pada awal merintis Sayur Sleman, Janu merasa kesulitan mengembangkannya. Pendapatannya hanya cukup untuk membayar kurir dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun, Tuhan selalu memberi jalan bagi hambaNya yang mau berusaha. Janu mengikuti kompetisi dari UNDP (United Nations Development Program) Indonesia. Ide inovasi tentang Sayur Sleman milik Janu berhasil memenangkan kompetisi tersebut. Janu mendapat dana dan fasilitas yang cukup untuk bisa mengembangkan usahanya.
Semakin banyak dia berinteraksi dengan masyarakat, Janu sadar ingin membantu lebih banyak. “Jadi menurut saya ada value yang harus saya kembalikan kembali ataupun giving back kan ke masyarakat yang sudah mendukung saya selama ini gitu. Karena di mana pun saya melangkah ya pasti akan kembali lagi ke tempat di mana saya dilahirkan gitu,” terangnya.
Awalnya, Sayur Sleman hanya menjadi platform pemasaran sayur online. Saat ini telah berkembang dan memiliki beberapa program lain. Melalui program Sayur Sleman Berbagi, Janu mencoba membantu masyarakat yang masih kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dengan menyalurkan donasi dari dermawan kepada warga kurang mampu dalam bentuk paket sayur, lauk, dan buah. Banyak dari pelanggannya yang kemudian berbelanja sambil bersedekah.
“Lewat program sedekah, saya setiap hari Jumat pagi sama Minggu pagi di tiga titik di Jogja. Nah, ini sebagian keuntungan juga kita salurkan ke situ. Tapi rata-rata orang-orang malah ingin sedekah sayur gitu,” katanya. Dikutip dari sayursleman.id, program yang telah berjalan sejak September 2020 itu telah menyalurkan lebih dari Rp 100 juta kepada 220 penerima manfaat.
Program lainnya adalah Sayur Sleman Academy, yaitu program pelatihan untuk menumbuhkan minat berwirausaha sosial (social entrepreneurship). Sasarannya generasi muda usia 15-40 tahun maupun masyarakat umum. Yang salah satu tujuannya, memberikan solusi atas permasalahan sosial dengan membuka usaha yang menghasilkan nilai sosial (kebermanfaatan) untuk masyarakat miskin.
Program Sayur Sleman Academy bermacam-macam. Mulai dari pemasaran digital, pelatihan kewirausahaan, agribisnis, manajemen organisasi, hingga pembuatan kompos dan pestisida nabati. “Ternyata, kalau dari dulu saya bisnis modelnya hanya di bagian hilir ataupun ujung pasar, ternyata enggak cukup. Masalahnya justru di hulu juga. Hulunya adalah sulitnya mencari petani ataupun anak muda yang mau bertani. Di situlah kita ingin mengedukasi lebih banyak generasi muda untuk mau terjun di pertanian gitu,” terangnya.
Ridha Orang Tua adalah Kunci
Tidak ada penyesalan bagi Janu. Meski awalnya orang tuanya ingin Janu menjadi PNS, namun saat ini mereka malah lebih berbahagia dengan pekerjaan Janu. Sebab, ada yang meneruskan profesi mereka. “Saya juga enggak malu karena yang kami lakukan juga halal, enggak nyuri juga gitu maksudnya. Kadang kalau alumni LPDP mungkin masih pada gengsi, ya gimana bisa maju negeri kita gitu,” saat ditanya tentang profesinya saat ini. “Karena dari akar rumput itu harus dibangun secara kuat kalau mau ada perubahan besar,” lanjutnya.
Janu selalu mengingat pesan orang tuanya. ”Tolong jujur di manapun dan kapan pun, di profesi apapun. Ya dari situ beliau sebenarnya selalu berdoa apa pun yang menjadi keputusan saya. Saya harus tanggung jawab terhadap keputusan saya, Bapak-ibu hanya bisa mendoakan. Kalau beliau ridha, saya tenang sebagai anak,” ucap Janu.
Selain disibukkan dengan pekerjaannya di Sayur Sleman, Janu juga memiliki banyak kegiatan lain. Seperti kegiatannya di komunitas petani milenial yang mengantarkannya menjadi salah satu Duta Muda Pertanian dari Kementerian Pertanian. Ia memiliki tugas untuk meresonansi serta meningkatkan keterlibatan anak muda dalam dunia pertanian.
Janu pernah mengikuti Temu Petani Milenial Se-ASEAN, serta telah melatih 65.000 anak muda di 28 provinsi di Indonesia bersama rekan-rekan duta pertanian lainnya. Selain itu, masih banyak kegiatan Janu lainnya seperti Community Manager pada RCE Regional Youth Coordinator for Asia-Pacific, kegiatan di Equity initiative yang telah mengantarnya ke berbagai negara, delegasi Indonesia di 2024 One Young World Summit, ASEAN Youth Fellow dan lainnya.
Dari sekian banyak pengalaman itu, menurut Janu, Equity Inisiative Fellowship sangat berkesan. “Karena dari filosofi ini saya bisa menginjakkan ke HBS (Harvard Business School). Iya enggak nyangka bisa ke Harvard. Siapa yang nyangka orang kampung bisa di Harvard. Saya waktu di outlet juga sempat nangis sih. Kok bisa sampai di sini, saya enggak expect bisa terbang sampai sini gitu. Ya itu jadi life changing experience sih menurut saya,” kenangnya.
Janu mengaku hanya ingin menjadi orang yang bermanfaat, membawa keluarganya menjadi keluarga yang bermanfaat juga. ’’Menurut saya harus ada something yang bisa kita siapkan. Kebaikan-kebaikan yang sedang kita tabung dan itu bisa kita lakukan dalam bentuk apapun yang memang bernilai pahala ataupun manfaat untuk orang lain gitu,” lanjutnya.
Dia tidak mengetahui bagaimana caranya menjadi role model. Tapi, Jani yakin apa yang bisa diperbuatnya sekecil apapun itu asalkan bernilai kebaikan, maka bisa menjadi inspirasi buat orang lain. Ke depan Janu ingin mencetak lebih banyak smart farmer dari para pemuda Indonesia. Janu juga ingin membuka kursus bahasa Inggris untuk petani agar teman-teman petani bisa lebih mengglobal.
Janu juga mengajak anak muda untuk bisa berbagi ilmu dan berkolaborasi dengannya. Terutama dalam hal wirausaha dan pertanian. “Ayo sama-sama kita membuat sebuah perubahan dengan mengawali mencoba menjadi wirausaha seperti itu. Terutama di pertanian. Kalau hanya sekadar bertani, tapi tidak memiliki skill wirausaha itu agak susah nanti untuk bisa lebih maju. Sama-sama kita ini memperjuangkan sektor pertanian dengan terlibat langsung di dalamnya,” pungkasnya. (*)