Bertani- Muhammad Yusuf, 29), seorang pemuda dari Dusun Kokoncong, Desa Tolengas, Kecamatan Tomo, Kabupaten Sumedang, berhasil membalikkan anggapan bahwa peternakan adalah dunia yang kuno.
Di tengah keramaian para pemuda yang berbondong-bondong merantau, Yusuf memilih jalan berbeda. Ia merintis sebuah usaha peternakan bernama Zubair Berkah Farm sejak tahun 2022, mengubah kotoran ternak menjadi pupuk organik, dan membuktikan bahwa inovasi bisa mengubah segalanya.
“Awalnya saya hanya ingin mencoba usaha penggemukan, tapi kemudian saya sadar peternakan ini harus membawa manfaat bagi masyarakat,” ujarnya kepada wartawan.
Pilihan Yusuf untuk mengembangkan peternakannya di Dusun Kokoncong bukan tanpa alasan. Wilayah ini memiliki sumber daya alam hijau yang melimpah, menjadikannya lokasi ideal untuk ketersediaan pakan ternak sepanjang tahun.
Selain itu, masyarakat di sana juga terbuka untuk diajak bekerja sama. Di kandangnya, Yusuf menerapkan sistem karantina ketat untuk menjaga kesehatan ternak. Ia juga memberdayakan warga sekitar dengan skema bagi hasil. “Saya berikan beberapa sapi kepada petani sekitar untuk dipelihara. Hasilnya nanti dibagi 50:50 saat panen,” jelas Yusuf.
Lebih dari sekadar skema bisnis, Yusuf juga berbagi ilmu tentang cara memelihara dan menjaga kesehatan ternak, memastikan warga di sekitarnya tidak hanya menjadi pekerja, tetapi juga ahli.
Inovasi terbesar yang ia terapkan adalah konsep integrated farming. Di sini, tidak ada yang terbuang sia-sia. Kotoran sapi dan domba difermentasi menjadi pupuk organik yang digunakan untuk menyuburkan ladang rumput pakan. Yusuf bahkan sedang mempersiapkan peluncuran produk pupuk organiknya untuk mendukung petani lokal.
“Saya ingin menunjukkan bahwa dari ternak sapi, semuanya bisa dimanfaatkan. Dengan begitu, peternakan ini tidak hanya menghasilkan keuntungan, tetapi juga berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan,” ujarnya.
Meski usahanya terbilang sukses, Yusuf mengakui tantangan terbesar yang dihadapinya adalah kesehatan ternak dan persaingan pasar. “Tahun lalu, sempat ada wabah penyakit LSD yang membuat kami harus ekstra hati-hati. Selain itu, sapi impor yang lebih murah juga cukup sulit disaingi,” ungkapnya.
Namun, ia yakin kualitas sapi lokal bisa bersaing jika dikelola dengan baik. Saat ini, kandang Yusuf memiliki 35 ekor sapi jenis Limousin, Simental, dan Adapegon yang siap dipasarkan, terutama untuk kebutuhan Idulfitri dan Iduladha.
Sebagai peternak milenial, Yusuf berharap pemerintah dapat mendukung peternak lokal melalui program peningkatan pengembangbiakan sapi. “Kalau bisa, kita jangan hanya impor sapi, tetapi mulai mandiri dengan populasi sapi lokal. Dengan begitu, ketahanan pangan Indonesia akan lebih kuat,” harapnya.
Dia pun berpesan kepada generasi muda untuk tidak ragu terjun ke dunia peternakan. “Banyak yang berpikir peternakan itu kuno atau ribet, tapi lihat hasilnya. Dengan inovasi dan kerja keras, peternakan bisa jadi usaha yang menjanjikan, bahkan lebih dari pekerjaan kantoran,” tutupnya. (*)