KabarBaik.co – Bank Indonesia menegaskan pentingnya penguatan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) berbasis syariah sebagai fondasi ketahanan ekonomi daerah. Pesantren pun dinilai memiliki peran besar dalam melahirkan wirausaha halal yang berdaya saing global.
Hal itu disampaikan Advisor Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur, Ridzky Pribadi, dalam talkshow bertajuk “Pemberdayaan UMKM Syariah dan Usaha Pesantren untuk Mendorong Kemandirian Ekonomi” yang digelar dalam rangkaian Festival Ekonomi Syariah (Fesyar) 2025, Minggu (14/9).
“UMKM selama ini menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Kontribusinya mencapai 60–61 persen terhadap PDB dan menyerap hingga 97 persen tenaga kerja. Bahkan ekspor UMKM sudah menyentuh 15,7 persen, dan ini masih bisa kita tingkatkan,” ujar Ridzky.
Menurutnya, UMKM berbasis syariah memiliki keunggulan tersendiri karena berlandaskan prinsip keadilan, transparansi, dan keberkahan. Prinsip tersebut diyakini dapat menghadirkan manfaat berkelanjutan bagi masyarakat sekaligus memperkuat daya saing daerah.
“Dari desa hingga kota, kreativitas UMKM terbukti mampu membuat masyarakat semakin percaya diri dengan produk lokal.
Agar lebih kompetitif, kualitas produk harus diperkuat, mulai dari kemasan, branding, hingga digitalisasi. Kolaborasi dengan sektor hilir seperti hotel, restoran, dan kafe juga penting agar produk unggulan daerah benar-benar terserap pasar,” jelasnya.
Selain UMKM, Ridzky menekankan besarnya potensi pesantren sebagai pusat ekonomi berbasis komunitas. Data Kementerian Agama 2024 mencatat ada sekitar 39.551 pesantren dengan hampir 5 juta santri di Indonesia.
“Pesantren bukan hanya tempat pendidikan agama, tapi juga bisa menjadi pusat lahirnya wirausaha. Kini banyak pesantren yang merintis agribisnis halal, peternakan, kuliner, hingga fesyen muslim,” ujarnya.
Tren global pun mendukung. Laporan State of Global Islamic Economy 2025 memproyeksikan belanja konsumen muslim di enam sektor halal meningkat dari US$ 2,43 triliun pada 2023 menjadi US$ 3,36 triliun pada 2028. Indonesia sendiri kini menempati peringkat tiga dunia dalam ekosistem ekonomi syariah.
Dalam acara tersebut, sejumlah pelaku usaha dihadirkan, mulai dari Paragon Technology and Innovation, Kopi Kenangan, hingga Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan dan Pondok Pesantren Annuqayah Sumenep. Mereka berbagi pengalaman sukses mengintegrasikan nilai syariah dengan inovasi dan branding.
Richa Wahyu Arifani, Eastern Region Segment Business Lead PT Paragon Technology and Innovation, menuturkan perusahaannya berpegang pada dua pilar utama: hablum minallah dan hablum minannas.
“Semakin besar omzet perusahaan, semakin besar pula kontribusi sosial yang harus diberikan. Kami menyalurkan beasiswa, mengembangkan guru, hingga meluncurkan kampanye Paragonation sebagai wujud kontribusi nyata,” ungkapnya.
Dari kalangan pesantren, Gus Anas Al-Hifni memaparkan kiprah Pondok Pesantren Sunan Drajat yang kini memiliki 65 unit usaha strategis. “Kami mengajarkan santri agar tidak hanya fokus pada akhirat, tetapi juga membangun mental kewirausahaan. Hasilnya, pesantren mampu mengelola aset triliunan rupiah dan membiayai 16.000 santri dengan SPP terjangkau,” ujarnya.
Unit usaha Sunan Drajat pun berkembang pesat, mulai dari produksi garam yang kini mencapai 200 ton per hari hingga jaringan Toserba Sunan Drajat yang telah hadir di 70 titik. Pesantren ini bahkan tengah menyiapkan pabrik makanan olahan dengan potensi pesanan miliaran rupiah per bulan.
Dari ekosistem usaha tersebut, pesantren mampu menyubsidi kebutuhan internal hingga Rp16 miliar per tahun. “Ke depan, kami ingin manfaatnya tak hanya untuk pesantren, tapi juga masyarakat sekitar dan pesantren lain,” kata Gus Anas.
Ridzky menutup dengan optimisme bahwa kolaborasi UMKM, pesantren, dan dunia usaha akan memperkuat kemandirian ekonomi syariah Indonesia. “Dengan kerja sama erat dan niat tulus, insyaAllah ikhtiar ini akan menghadirkan manfaat nyata bagi bangsa,” tandasnya. (*)






