Bim Salabim! Untuk Siapa Revisi (Lagi) UU Mineral dan Batubara…

oleh -777 Dilihat
1000670756

BIM Salabim! Bukan sulap, bukan pula sihir. Tapi, akrobatik politik tengah terjadi di Gedung DPR RI, Senin (20/1). Badan Legislasi (Baleg) DPR resmi menyetujui revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) menjadi usul inisiatif DPR.

Revisi itu merupakan perubahan ketiga UU Minerba. Sebelumnya, revisi dilakukan pada 2020. Saat itu, salah satu isu krusialnya menyangkut nasib PT Freeport Indonesia (PTFI). Dalam regulasi itu, pemerintah memberi kelonggaran waktu bagi perusahaan tambang untuk membangun pabrik smelter di dalam negeri. Diberikan waktu tiga tahun sejak UU Minerba disahkan.

Setelah itu, perusahaan tambang dilarang menjual konsentranya ke luar negeri. Wajib diolah lebih dulu di pabrik smelter yang telah dibangun itu. Baru menjualnya sudah dalam bentuk barang jadi. Emas, perak, alumunium, tembaga dan sejenisnya. Dengan demikian, nilai tambah dan manfaat untuk Indonesia sebagai pemilik kekayaan sumber days alam jauh lebih besar. Tidak seperti sebelumnya, cuma dapat dari bea cukai dan beberapa sumber pendapatan lain. Itulah hilirisasi yang digagas sejak Presiden SBY, diteruskan Joko Widodo,dan dilanjutkan Prabowo Subianto.

Tenggat waktu tiga tahun pembangunan smelter mengacu UU Minerba hasil revisi tahun 2020 sudah lewat Juni 2023 lalu. Namun, pemerintah memberikan kelonggaran kepada PTFI. Sebab, pabrik smelter PTFI yang dibangun di Gresik, Jatim, belum selesai. Sambil menunggu smelter rampung, PTFI tetap diberikan izin menjual konsentrat tembaganya ke luar negeri sampai Mei 2024. Untuk diketahui, selama ini tembaga merupakan penyumbang terbesar pendapatan perusahaan asal Amerika Serikat tersebut,

Sampai Mei 2024, pembangunan smelter PTFI di Gresik belum juga rampung. Pemerintah pun memberi relaksasi lagi. Sampai 31 Desember 2024. Akhirnya, rampung juga. Pada September 2024, smelter PTFI di Gresik itu diresmikan Jokowi. Eh, Oktober 2024, terjadi kebakaran hebat. Rencana operasional smelter byang digadang-gadang menjadi industri pengolahan tambang single line terbesar di dunia itu terganggu.

Beralasan karena kebakaran itu, PTFI mengajukan perpanjangan izin untuk bisa jualan konsentrat tembaga itu ke luar negeri. Sejumlah kalangan menilai, bagi perusahaan bersangkutan, mengekspor dalam bentuk konsentrat itu jauh lebih cuan daripada menjualnya dalam bentuk jadi setelah diolah di dalam negeri.

Sejauh ini, belum ada kabar apakah pemerintah “melunak” lagi. Yang jelas, menurut Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, persoalan itu akan dibawa ke bawa ke meja Presiden Prabowo. Beberapa pihak pun berharap, Presiden menunjukkan ketegasannya. Yakni, menyangkut kebocoran, kemiskinan, asing hingga janji mengabdikan sisa hidup untuk kesejahteraan rakyat.

Nah, apakah revisi ketiga UU Minerba itu masih berkaitan dengan silang sengkarut pertambangan sebelumnya itu? Atau masalah lain. Yang pasti, revisi UU Minerba ini mendadak. Rapat pengambilan keputusan digelar menjelang tengah malam, Senin (20/1) pada pukul 23.14 WIB, setelah digelar rapat secara maraton sejak pukul 11.00 WIB. Seluruh fraksi di DPR menyetujui revisi UU Minerba dibahas ke tingkat selanjutnya bersama pemerintah.

Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Aryanto Nugroho menilai Baleg DPR tidak transparan dan tergesa-gesa menyusun RUU Minerba. Selain itu, RUU Minerba tidak muncul dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025.

“Jika ini diteruskan, bisa dikatakan lebih ugal-ugalan dari DPR periode sebelumnya. Apalagi, agenda yang muncul di publik, Baleg menargetkan, rapat penyusunan, rapat panitia kerja (Panja), dan pengambilan keputusan penyusunan RUU Minerba akan ditargetkan dalam satu hari saja,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Senin (21/1).

Dia mengamati, sedari proses rapat yang berlangsung memperlihatkan sejumlah anggota Baleg bahkan mengakui baru dapat naskah akademis (NA) 30 menit sebelum rapat. Kondisi tersebut menunjukan seolah adanya upaya memaksakan agar segera dilakukan revisi UU Minerba.  ”Pertanyaannya revisi UU Minerba yang kilat ini untuk siapa?” katanya.

Sementara itu, Koordinator Divisi Advokasi Parlemen Indonesia Parliamentary Center (IPC) Arif Adiputro menyebut DPR tidak memahami prosedur pembentukan UU dan melanggar konstitusi. Menurutnya RUU Minerba harus ditetapkan dalam prolegnas prioritas tahunan terlebih dulu.

Selain itu, proses RUU Minerba yang mendadak itu tidak memberi ruang partisipasi bermakna publik sebagaimana diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. (“)

 

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan klik di sini



No More Posts Available.

No more pages to load.