Freeport Indonesia di Antara Api dan Deadline Hilirisasi: Nasib Relaksasi Ekspor Konsentrat Tembaga

oleh -779 Dilihat
smelter gresik
Tangkapan layar video kebakaran smelter Freeport Indonesia di KEK JIIPE, Gresik, pada Oktober 2024 lalu. (Foto: Ist)

KabarBaik.co- PT Freeport Indonesia (PTFI) boleh jadi tengah harap-harap cemas. Menanti kepastian izin relaksasi ekspor konsentrat tembaga dari pemerintah. Sebab, penjualan bahan setengah jadi yang diambil dari Bumi Papua ke luar negeri itu, menjadi pundi-pundi pendapatan terbesarnya. Dari ekspor itu diperkirakan meraup pendapatan ratusan triliun.

Izin ekspor konsentrat tembaga yang dikantongi PTFI  sudah habis 31 Desember 2024 lalu. Permintaan kolanggaran izin oleh perusahaan asal Amerika Serikat (AS) ini merupakan kali kesekian. Kali ini, insiden kebakaran di sebagian pabrik smelter yang berlokasi di Gresik, Jawa Timur, menjadi alasannya.

PT Freeport Dapat Kelonggaran Lagi Ekspor Konsentrat Tembaga?, Wamen ESDM: Belum Ada Keputusan

kabarbaik lebaran

Insiden kebakaran tersebut terjadi pada Oktober 2024 lalu. Padahal, pabrik smelter itu baru selesai dibangun dengan investasi disebut-sebut mencapai USD 3 juta atau sekitar Rp 48 triliun (kurs Rp 16.000 per Dolar). Sebulan sebelumnya, atau September 2024, pabrik itu diresmikan Presiden Joko Widodo. Eh, setelah itu tiba-tiba terjadi kebakaran.

Dengan dalih kahar atau force majeure harapan perpanjangan izin itu bakal diberikan. Mengacu ketentuan perundang-undangan, sebuah kejadian disebut force majeure itu mesti melalui pertimbangan. Termasuk insiden kebakaran. Apakah kebakaran karena korsleting listrik termasuk kategori kahar? Apakah bukan merupakan kelalaian?

Itulah yang membuat pemerintah mesti berhati-hati. Sebab, kebijakan yang gegabah bisa berimplikasi panjang. Termasuk terkait dengan aspek hukum. Kalau setiap kebakaran adalah force majeure, bukan tidak mungkin akan menjadi yurisprudensi di kemudian hari. Bukan hanya bagi PTFI, namun perusahaan-perusahaan lain.

Menguji Kebakaran PT Freeport Indonesia, Force Majeure atau Ada Kelalaian

Mulyanto, mantan Anggota Komisi VII DPR RI yang membidangi sektor energi sudah menduga sebelumnya bahwa kebakaran itu bakal dijadikan alasan PTFI untuk kembali mengajukan relaksasi izin ekspor konsentrat tembaga.

’’Dugaan bahwa peristiwa kebakaran smelter PT Freeport Indonesia akan dijadikan alasan untuk permintaan perpanjangan izin (relaksasi) ekspor konsentrat tembaga ternyata terbukti,” kata Mulyanto dalam keterangannya, 26 Desember 2024.

Mulyanto melihat ada pola yang berulang menjelang batas akhir relaksasi ekspor konsentrat tembaga. Selalu ada saja alasan untuk minta izin perpanjangan. ‘’Kasus seperti ini sudah berulang sembilan kali, dari Undang-Undang (UU) Minerba yang lama, sampai UU Minerba yang baru. Sudah melampaui tiga Presiden, sejak Presiden SBY sampai Presiden Prabowo. Dan, anehnya, pemerintah selalu patuh didikte oleh Freeport dengan memberikan perpanjangan relaksasi ekspor konsentrat,” tegasnya.

Dalam keterangannya saat itu, Mulyanto minta pemerintah jangan terpengaruh dengan kejadian tersebut. Ketetapan pembatasan izin ekspor konsentrat tembaga harus tetap dilaksanakan sesuai batas waktu yang telah ditetapkan. “Pemerintah jangan memanjakan Freeport dengan berbagai kemudahan seperti relaksasi ekspor konsentrat tembaga yang secara langsung melanggar UU Minerba,” tegasnya ketika itu.

Hilirisasi Bertujuan Baik, Potensi Dampak Limbah Industri Smelter Bisa Berbahaya

—-

Berikut Data Pemberian Relaksasi Izin Ekspor Konsentrat Tembaga untuk PT Freeport Indonesia sejak berlakunya UU Minerba Tahun 2009:

2009: Undang-Undang Minerba No. 4/2009 disahkan, yang mengatur bahwa semua perusahaan tambang di Indonesia harus memproses bahan mentah di dalam negeri sebelum diekspor. Namun, PT Freeport Indonesia diberikan waktu transisi untuk menyesuaikan diri dengan peraturan baru ini.

2014: Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM No. 1/2014 yang melarang ekspor bijih mineral mentah, termasuk konsentrat tembaga. Namun, PTFI kembali mendapatkan pengecualian sementara untuk terus mengekspor konsentrat tembaga dengan syarat tertentu, seperti membangun smelter (pabrik pengolahan) di Indonesia.

2017: Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM No. 5/2017 yang memperpanjang izin ekspor konsentrat tembaga untuk PTFI hingga 2022, dengan syarat perusahaan tersebut harus terus memenuhi komitmen pembangunan smelter dan meningkatkan nilai tambah mineral di dalam negeri.

2018: PTFI menandatangani perjanjian dengan pemerintah Indonesia untuk mengalihkan 51 persen sahamnya kepada perusahaan pemerintah Indonesia. Sebagai bagian dari perjanjian ini, PTFI diizinkan untuk terus mengekspor konsentrat tembaga sambil memenuhi kewajiban pembangunan smelter.

2020: Pemerintah kembali memberikan kelonggaran ekspor konsentrat tembaga kepada PTFI, karena pandemi Covid-19 yang menyebabkan keterlambatan atau penundaan dalam pembangunan smelter.

2022: Izin ekspor konsentrat tembaga untuk PTFI diperpanjang lagi, dengan syarat bahwa perusahaan harus menyelesaikan pembangunan smelter sesuai dengan jadwal yang telah disepakati.

2023-2024: PTFI terus bekerja untuk menyelesaikan pembangunan smelter di Gresik, Jawa Timur, yang diharapkan akan selesai pada tahun 2024. Selama masa ini, perusahaan masih diizinkan untuk mengekspor konsentrat tembaga dengan kuota tertentu. Dampaknya keterlambatan itu, hasil pemeriksaan BPK semester I/2023 mengungkap, potensi denda administrasi kepada PTFI mencapai Rp 7,7 triliun.

2024: Pemerintah kembali memberikan perpanjangan izin ekspor konsentrat tembaga kepada PTFI hingga 31 Desember 2024. Ketentuan ini juga berlaku kepada perusahaan tambang lain.

2025: Beralasan terjadi kebakaran di unit sulfat pabrik smelter yang baru selesai dibangun di Gresik, PTFI meminta izin perpanjangan lagi. Hingga sekarang, pemerintah melalui kementerian teknis masih mempelajari. Beberapa kementerian sudah memberikan sinyal persetujuan. Di antaranya, Kementerian Perdagangan.

Tentu, keputusan akhir ada di Presiden Prabowo Subianto. Apakah tegas tidak memberikan perpanjangan izin lagi karena sudah saatnya hilirisasi dimulai atau melunak lagi?  (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News



No More Posts Available.

No more pages to load.