Catatan 16 Tahun UU Keterbukaan Informasi Publik

Editor: Hardy
oleh -475 Dilihat

OLEH: EDI PURWANTO*)

REFORMASI politik dan sosial yang terjadi setelah jatuhnya rezim otoriter Orde Baru telah membawa perubahan signifikan dalam tatanan politik, ekonomi, dan sosial di Indonesia. Salah satu aspek penting dari reformasi ini adalah peningkatan keterbukaan informasi.

Sejak 16 tahun lalu, Pemerintah telah telah mengeluarkan Undang-Undang (uu) Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang mengatur hak publik untuk mengakses informasi dari instansi pemerintah.

Surati Bupati/Wali Kota, Ingatkan Kewajiban Membuat Laporan Layanan Informasi Publik

Namun, sejauh ini keterbukaan informasi ini belum diimplementasikan secara maksimal di seluruh tingkatan pemerintahan dan instansi. Beberapa instansi dan pemerintahan masih mengalami kendala dalam memberikan akses informasi kepada masyarakat. Hal ini bisa dilihat dari masih banyaknya pemohon yang mengajukan permohonan penyelesaian sengketa informasi di komisi informasi Jawa Timur.

Baca juga:  Patuhi UU KIP, Badan Publik di Jatim Ramai-Ramai Serahkan Laporan

Pada era digital seperti sekarang ini sudah seharusnya badan publik memanfaatkan sarana itu untuk penyebaran informasi. Faktanya, perkembangan digital belum banyak dimanfaatkan oleh badan public. Termasuk di Jawa Timur. Padahal, kemajuan media sosial juga memiliki peran penting dalam meningkatkan keterbukaan informasi.

Masyarakat pun memiliki peluang untuk mengakses informasi kepada badan publik dan menyebarkannya dengan cepat. Lebih dari itu, masyarakat juga lebih cepat dalam menyuarakan aspirasi atau pendapat mereka.

Soal Layanan Informasi Publik, Kepatuhan BUMD dan Badan Publik Masih Rendah

Konsekuensi dari era digital adalah banjir informasi. Setiap orang hampir tidak mampu menolak informasi yang masuk dalam gawai masing-masing orang. Bahkan, setiap orang juga dibuat bingung dalam membedakan sebuah informasi valid atau tidak.

Baca juga:  Wujudkan Masyarakat Melek Informasi, KI Jatim Gandeng Media Pers

Dalam kondisi yang seperti ini, memang dibutuhkan literasi yang intensif kepada masyarakat terkait dengan informasi publik. Secara konstitusi warga negara Indonesia memiliki hak yang sama dalam mengakses informasi dan menyebarluaskannya. Agar informasi yang dikonsumsi oleh masyarakat benar, maka badan publik sebagai otoritas yang memproduksi dan menguasai informasi harus membuka informasinya.

Penyebab badan publik tidak membuka informasinya antara lain disebabkan oleh kepentingan politik dan bisnis. Faktor politik dan ekonomi menjadi pertimbangan paling mendominasi untuk membuka atau menutup sebuah informasi. Keterbukaan informasi dapat terhalang oleh kepentingan politik tertentu atau oleh pihak-pihak bisnis yang ingin merahasiakan informasi tertentu demi keuntungan mereka sendiri.

Baca juga:  Skor IKIP Jatim Masih Rendah, Butuh Komitmen dan Kolaborasi Antar Lembaga

Sampaikan Laporan ke Pj Gubernur. KI Jatim Komitmen Tuntaskan Permohonan Sengketa Informasi Publik

Kiranya, sudah 16 tahun berlalu sejak UU Keterbukaan Informasi Publik ini dijalankan. Namun, masih banyak PR yang harus diselesaikan. PR ini menjadi catatan buat kita semua. Dibutuhkan kolaborasi buah pikiran dan implementasi dari civitas akademik, aktivis hak asasi manusia, media, dan tokoh-tokoh yang memiliki kepedulian dalam mendorong keterbukaan dan partisipasi guna mewujudkan pemerintahan yang baik, demokratis, dan akuntabel, serta mencerdaskan bangsa Indonesia seperti niat dan tujuan baik dari UU KIP tersebut. (*)

*) EDI PURWANTO, Ketua Komisi Informasi Provinsi Jatim.

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News


No More Posts Available.

No more pages to load.