KabarBaik.co – Community and Food Day (CFD) di Jalan Ahmad Yani atau depan Pemkab Banyuwangi sudah berjalan lebih dari sebulan. Antusiasme masyarakat untuk ikut melapak di arena tersebut kian meningkat. Hingga kini total sudah ada 222 pelaku UMKM yang melapak pada acara yang digelar setiap minggu pagi tersebut.
Kepala Dinas Koperasi Usaha Mikro dan Perdagangan (Diskop UMP) Banyuwangi, Nanin Oktaviantie, menyebut kegiatan ini menjadi gaung ekonomi kerakyatan di Banyuwangi. Lonjakan minat pelaku UMKM untuk bergabung bahkan semakin besar dari minggu ke minggu.
“Kami sampai harus menutup pendaftaran. Terakhir ada sekitar 150 pelaku UMKM yang terpaksa kami tolak karena keterbatasan tempat. Kalau tidak disetop, jumlahnya bisa tembus 300 lebih,” kata Nanin.
Dinas juga mempertimbangkan untuk memperluas area bagi pelapak, tapi itu masih dalam kajian lebih lanjut. Sebab setiap gelaran CFD tidak hanya diisi aneka dagangan namun juga beberapa layanan publik seperti adminduk, perbankan dan layanan lainnya.
Untuk menjaga kualitas dan ketertiban, dinas menetapkan aturan yang cukup ketat. Pelaku UMKM yang tidak berjualan hingga tiga kali berturut-turut tanpa izin otomatis akan dikeluarkan dari daftar peserta. Slot kosong tersebut akan diberikan kepada UMKM lain yang masuk dalam waiting list.
“Aturan itu dibuat agar peserta tidak seenaknya. Karena peminatnya banyak, maka kami perlu sistem yang disiplin. Tujuannya supaya semua pelaku UMKM punya kesempatan yang sama,” jelasnya.
Selain menata, Diskop UMP juga memberikan pendampingan bagi pelaku usaha yang dagangannya kurang laku. Dinas bahkan menghadirkan praktisi ahli untuk membantu para pedagang berinovasi agar produk mereka lebih menarik.
“Kami bantu evaluasi supaya dagangannya bisa terjual. Kadang ada yang jualan ala kadarnya, akhirnya tidak laku. Kan sayang kalau begitu. Karena itu kami dorong inovasi, dari kemasan sampai cara menawarkan produk,” terangnya.
Dampak ekonomi dari CFD ini juga cukup signifikan. Berdasarkan catatan Diskop UMP, perputaran uang setiap minggunya mencapai sekitar Rp 75 juta. Jumlah itu diperoleh dari hasil pendataan yang dilakukan dinas setiap selesai acara.
“Padahal itu hanya 30 persen yang mengisi data. Banyak pedagang yang tidak mau melapor. Kalau semuanya melapor, jumlahnya pasti lebih besar,” tegas Nanin.