KabarBaik.co – Sejumlah organisasi lokal Bojonegoro dari Aliansi Gelanggang Rakyat, RBR, PMII, dan komunitas PUNK Bojonegoro, menggelar aksi demo di depan Gedung DPRD Bojonegoro, Senin (26/8). Sayangnya aksi tersebut berakhir ricuh.
Demo dari gabungan organisasi ini dimuali sejak sore hari dengan malakukan aksi longmarch dari Terminal Rajekwesi Bojonegoro menuju kantor DPRD Bojonegoro. Kedatangan mereka menuntut agar DPRD Bojonegoro turut mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal syarat umur dalam pilkada.
Para pengunjuk rasa meminta agar KPU Bojonegoro ikut serta mematuhi putusan MK. Sekaligus menghentikan politik dinasti, menghentikan represifitas dan brutalitas aparat terhadap massa aksi demo, serta membebaskan seluruh demonstran yang ditangkap.
Tuntutan lainnya yaitu menuntut kebebasan berpendapat dan berekspresi bagi masyarakat, menghapus peraturan-peraturan yang menyulitkan dan menghambat pembentukan parpol alternatif, serta meminta pemerintah untuk menghentikan eksploitasi alam oleh industri tambang di Bojonegoro.
Kedatangan ratusan pendemo ini disambut sejumlah anggota dewan. Namun, para pendemo yang menginginkan mediasi di dalam gedung DPRD Bojonegoro sempat dihalangi oleh sejumlah petugas kepolisian dengan menggunakan tameng barikade.
Aksi dorong-dorongan dengan petugas kepolisian pun tak terhindarkan. Pendemo yang dipukul mundur lantas meluapkan aksi kekecewan mereka dengan menendang pagar gedung DPRD Bojonegoro hingga roboh.
“Lihat mereka para polisi yang melarang kita untuk masuk ke gedung yang dibangun oleh uang rakyat,” tegas Naura, salah satu demonstran.
Masa yang tak bisa masuk ke DPRD Bojonegoro memberikan mosi tidak percaya kepada para anggota dewan yang terpilih dan telah dilantik. Mereka menganggap bahwa anggota dewa selama lima tahun terakhir berkerja bukan untuk rakyat.
“Kita secara tegas menyatakan mosi tidak percaya kepada para anggota dewan yang kerjanya hanya duduk saja,” ujar Naura.
Dengan membakar sampah di tengah jalan, masa pendemo akhirnya membubarkan diri dan berjanji akan melakukan aksi yang lebih besar lagi karena dalam aksi ini tidak ditemukan titik temu. (*)