KabarBaik.co – Suara “horeg” yang identik dengan dentuman musik keras dan bass menggelegar mulai banyak menjadi sorotan. Sebab, suara yang umum dijumpai di acara hiburan seperti konser, festival, hingga pesta komunitas ini ternyata bisa menimbulkan dampak serius terhadap kesehatan.
Kepala Bidang Pencegahan, Pengendalian Penyakit, dan Penanganan Bencana Dinas Kesehatan Kota Batu, Susana Indahwati, mengungkapkan bahwa paparan suara “horeg” secara berlebihan dan berkepanjangan dapat memicu gangguan kesehatan, terutama pada sistem pendengaran, jantung, hingga kondisi psikologis seseorang.
“Meskipun bisa menghibur, paparan suara ‘horeg’ yang terlalu keras dan dalam jangka panjang sangat berbahaya. Banyak orang tidak sadar bahwa pendengaran mereka bisa rusak secara permanen,” jelas Susana saat dihubungi melalui sambungan selulernya, Minggu (27/7).
Menurut Susana, gangguan pendengaran menjadi risiko paling umum akibat paparan suara keras. Beberapa kondisi yang bisa muncul antara lain, telinga berdenging (tinnitus), kehilangan pendengaran sementara (temporary threshold shift), kehilangan pendengaran permanen (permanent threshold shift), dan hiperakusis, yakni sensitivitas ekstrem terhadap suara.
“Kondisi ini tidak bisa dipulihkan jika kerusakan sudah mencapai rumah siput di telinga bagian dalam. Artinya, ini permanen,” ujarnya.
Tak berhenti di telinga, Susana menjelaskan bahwa suara bervolume tinggi juga bisa memengaruhi kesehatan jantung dan mental seseorang. Suara yang terlalu keras dapat meningkatkan detak jantung, tekanan darah, bahkan berisiko menimbulkan penyakit jantung dan stroke dalam jangka panjang.
Kondisi psikologis juga dapat terdampak. Kebisingan berlebihan dapat menimbulkan stres, kecemasan, sulit tidur (insomnia), hingga menurunkan konsentrasi dan produktivitas. Untuk mencegah risiko kesehatan akibat suara “horeg”, Dinas Kesehatan Kota Batu mengimbau masyarakat agar menggunakan earplug atau earmuff saat berada di lingkungan bersuara keras, membatasi durasi paparan dan mengambil jeda, menjaga jarak aman dari speaker, serta tidak menyetel volume musik terlalu tinggi saat menggunakan headset atau earphone.
Susana menegaskan, batas aman suara untuk telinga manusia adalah di bawah 85 desibel (dB) selama maksimal delapan jam. Melebihi batas ini secara terus-menerus bisa menyebabkan kerusakan pendengaran. “Kami harap masyarakat, terutama generasi muda, lebih bijak dalam menikmati hiburan. Jangan abaikan kesehatan telinga dan tubuh hanya demi kesenangan sesaat,” tandasnya. (*)