KabarBaik.co – Komisi I DPRD Kabupaten Pasuruan mulai mempertanyakan serapan anggaran yang minim oleh Bawaslu saat Pilkada 2024. Sebelumnya Bawaslu Kabupaten Pasuruan ditetapkan sebagai penerima hibah dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pasuruan sebesar Rp 19 miliar.
Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Pasuruan, Rudi Hartono mengungkapkan, kekhawatirannya terhadap lambatnya serapan anggaran pengawasan pilkada. Karena itu, pihaknya memanggil Bawaslu Kabupaten Pasuruan untuk mendengar langsung kendala yang dihadapi.
“Kami ingin memastikan bahwa anggaran yang sudah dialokasikan benar-benar digunakan secara efektif dan efisien untuk mendukung pelaksanaan pengawasan pilkada,” tegas Rudi. Rabu (16/10).
Rudi menyampaikan, hingga saat ini anggaran paling banyak digunakan hanya untuk honorarium badan ad hoc sebesar 38 persen dari anggaran Rp 7,5 miliar. Sedangkan kegiatan lainnya masih minim digunakan.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Ketua Bawaslu Kabupaten Pasuruan, Arie Yoenianto menjelaskan, serapan anggaran saat ini memang terlihat kecil karena sebagian besar anggaran dialokasikan untuk honorarium petugas ad hoc. Terutama Pengawas TPS (PTPS) yang saat ini sedang dalam proses rekrutmen.
“Setelah PTPS dilantik, akan banyak kegiatan yang dilakukan. Tentu saja hal ini akan membuat serapan anggaran meningkat secara signifikan,” jelas Arie. Meski begitu, dia tidak merinci secara detail besaran serapan anggaran dari total Rp 19 miliar yang dialokasikan Pemkab Pasuruan.
Selain untuk honorarium petugas ad hoc, lanjut Aries, anggaran juga digunakan untuk kegiatan sosialisasi, penguatan kapasitas pengawas, dan kegiatan lainnya. “Ada kemungkinan anggaran untuk fasilitasi penertiban alat peraga kampanye (APK) tidak terserap seluruhnya,” ujar Arie.
Sebab, kata Aries, penertiban APK sebenarnya merupakan kewenangan Satpol PP Kabupaten Pasuruan. Bawaslu hanya meminta KPU untuk berkoordinasi dengan Satpol PP dalam penertiban APK. Namun, jika Satpol PP membutuhkan SDM dari Bawaslu seperti panwascam atau pengawas desa/kelurahan, maka anggaran tersebut akan terserap.
“Termasuk advokasi dan musyawarah penyelesaian sengketa itu serapannya memang di akhir tahapan. Kalau tidak ada sengketa hasil pilkada ya tentu saja tidak terpakai,” tandas Arie. (*)