Eksistensi Pengrajin Warangka Keris Trenggalek di Era Milenial

oleh -2650 Dilihat
9269e7ee 3307 47bc aac8 eb8ffbb13d89
Budi Santoso saat membuat warangka keris di rumahnya. (Foto: Herlambang)

KabarBaik.co – Di era milenial ini, minat terhadap benda pusaka seperti keris dan artefak sejarah lainnya memang mengalami penurunan. Namun, warisan budaya ini tetap harus dilestarikan. Budi Santoso, 33 tahun, seorang pengrajin warangka keris asal Desa Karangsoko, Kecamatan/Kabupaten Trenggalek, adalah salah satu yang berusaha menjaga warisan ini.

Dengan keahlian dan ketekunan yang dimilikinya, serta ketertarikan mendalam pada benda pusaka, Budi nekat beralih profesi menjadi pengrajin warangka keris. Langkah ini ternyata membawa berkah tersendiri bagi dirinya.

Budi memulai profesi sebagai pengrajin warangka keris sekitar satu tahun yang lalu. Sebelumnya, ia bekerja sebagai tukang bangunan dan pernah menggeluti pekerjaan di mebel serta mengukir barongan. Namun, karena sepinya minat terhadap barongan, ia memutuskan untuk meninggalkan pekerjaan tersebut pada tahun 2014.

“Saya awalnya bekerja sebagai tukang bangunan, mebel, dan mengukir barongan. Kemudian, saya bergabung dengan paguyuban keris pusaka di Trenggalek dan mulai tertarik untuk membuat warangka keris. Hanya dalam waktu seminggu, saya sudah bisa memproduksi warangka,” ungkap Budi, Minggu (1/9).

Budi menjelaskan bahwa pengrajin warangka di Kabupaten Trenggalek tidak banyak. Menurutnya, membuat warangka keris memerlukan keahlian khusus dan ketekunan. Satu warangka keris biasanya bisa diselesaikan dalam waktu satu atau dua hari, tergantung tingkat kesulitannya.

Harga satu warangka keris berkisar antara Rp 120 ribu hingga Rp 170 ribu, tergantung jenis kayunya. Budi memproduksi berbagai jenis warangka dengan ciri khas seperti Solo, Mataraman, dan lainnya. “Tidak semua jenis kayu dapat dijadikan bahan warangka. Setidaknya, kayu tersebut harus memiliki serat yang menarik,” jelasnya.

Menurut Budi, beberapa jenis kayu yang baik untuk dijadikan warangka antara lain jati gembol, timo, pinisium, cendono jowo, lutung, atau aren lanang. Salah satu jenis kayu yang istimewa adalah kayu cendono Timtim, yang memiliki nilai jual tinggi, bahkan bisa mencapai Rp 500 ribu atau lebih.

Budi juga menyebutkan bahwa omset rata-rata yang ia peroleh per hari adalah Rp 200 ribu. “Pemasarannya tidak hanya di Trenggalek, tetapi juga menjangkau daerah luar seperti Surabaya, Sragen, dan Tulungagung. Untuk pengiriman, sementara ini dilakukan melalui jasa paket,” tutupnya. (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Penulis: Herlambang
Editor: Andika DP


No More Posts Available.

No more pages to load.