KabarBaik.co – Kejari Sidoarjo kembali menerapkan pendekatan Restorative Justice (RJ) dalam penanganan perkara pidana. Kali ini, perkara penggelapan motor operasional toko yang dilakukan Moch Wahyu Febri Ardiansyah dihentikan setelah adanya perdamaian dengan korban, Zainal Arifin, yang merupakan bos dari tersangka.
Kasus tersebut bermula saat Wahyu nekat menjual motor Yamaha Vega ZR warna hijau berpelat nomor W 4647 IM milik toko melalui laman Facebook miliknya. Padahal motor tersebut adalah motor milik toko yang digunakan untuk operasional toko di Dusun Jati Agung, Desa Wage, Taman, Sidoarjo.
Dalam pemeriksaan, Wahyu mengaku nekat menjual motor karena desakan ekonomi. Ia menjadi tulang punggung keluarga sejak ayahnya meninggal dunia. Tak hanya menanggung biaya hidup, ia juga harus merawat sang ibu yang tengah menderita penyakit TBC dan masih menjalani perawatan di RSUD R.T. Notodipuro, serta dua adik kandungnya yang merupakan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).
Setelah melalui proses mediasi yang difasilitasi Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Bidang Tindak Pidana Umum Kejari Sidoarjo, korban akhirnya memaafkan tersangka dan bahkan bersedia menerima Wahyu kembali bekerja.
Kajati Jatim Kuntadi menjelaskan bahwa RJ tidak bisa diterapkan secara sembarangan, melainkan harus memenuhi sejumlah syarat. Dalam kasus ini, syarat itu terpenuhi, bahkan dengan latar belakang kemanusiaan yang kuat.
“Ya, memang tidak semua perkara bisa dilakukan RJ. Ada syarat-syarat yang harus dipenuhi dan pada prinsipnya kasus ini memenuhi syarat itu. Dan yang lebih penting dari pemenuhan syarat itu adalah latar belakang dari peristiwa pidana ini sendiri,” terang Kuntadi, Kamis (31/7).
Ia menambahkan bahwa tindakan pelaku didorong oleh kondisi terpaksa karena tekanan hidup. “Tersangka ini dalam keadaan terpaksa karena dia tidak punya pilihan lain ketika dia ditagih dan dia harus menyelamatkan ibu dan adik-adiknya dari keterlantaran, yang terpaksa melakukan,” ujarnya.
Menurut Kuntadi, sikap korban yang memaafkan bahkan menerima kembali pelaku menjadi dasar kuat untuk tidak melanjutkan perkara ke pengadilan.
“Alhamdulillah, korban dari pelaku kejahatan ini memaafkan, bahkan korban ini mau menerima kembali yang bersangkutan bekerja. Artinya, korban ini sadar betul bahwa sikap dan perilaku tersangka ini pada dasarnya baik, sehingga masih ada kepercayaan dari si korban,” ungkapnya.
Dengan alasan tersebut, Kajati Jatim menilai bahwa pemidanaan terhadap Wahyu justru tidak membawa manfaat.
“Oleh karena itu, kami melihat apabila ada penjatuhan hukuman pada yang bersangkutan, saya rasa jauh lebih tidak bermanfaat dibanding menyelamatkan yang bersangkutan untuk dikembalikan pada masyarakat,” tegasnya.
Kuntadi juga menyebut bahwa pendekatan Restorative Justice terus diperluas di Jawa Timur sebagai bentuk komitmen penegakan hukum yang berkeadilan.
“Kita sudah banyak ya, untuk jumlahnya saya lupa tapi sudah di atas 20, mungkin 30 lebih. Memang kita saat ini sedang berupaya untuk mendekatkan lebih ke jauh lagi tentang nilai-nilai rasa keadilan supaya bisa mencerminkan harapan masyarakat,” pungkasnya. (*)