Gonjang-ganjing Korea: Ada Perlawanan, Upaya Menangkap Paksa Presiden Gagal

oleh -299 Dilihat
YOON
Yuoon Suk-yeol

KabarBaik.co- Situasi politik di Korea Selatan (Korsel) sedang tidak baik-baik saja. Jumat (3/1/2025), sejatinya Presiden Korsel Yoon Suk-yeol hendak ditangkap oleh tim yang memiliki otoritas. Tim antara lain terdiri atas perwakilan Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi (CIO) atau KPK, Polisi, dan Unit Investigasi Kementerian Pertahanan Korsel.

Namun, upaya penangkapan paksa oleh petugas berwenang tersebut masih gagal. Sebab, ada perlawanan. Baik dari massa simpatisan pendukung Yoon maupun pasukan pengamanan Presiden (Paspampres) Yoon. Dari laporan media setempat, pasukan yang hendak menangkap Presiden Korsel di kediamannya itu akhirnya menarik diri demi pertimbangan keselamatan.

Penangkapan itu buntut penerapan kebijakan darurat militer di Korsel oleh Yoon melalui pidatonya pada 3 Desember 2024 lalu. Darurat militer itu diumumkan  setelah usulan anggaran negara pemerintahan Yoon ditolak parlemen. Tak pelak, pengumuman itu membuat parlemen geram. Mereka meminta Yoon untuk membatalkan keadaan darurat militer. Enam jam kemudian akhirnya Yoon mencabutnya.

Ketegangan parlemen dengan Presiden Yoon tidak selesai. Parlemen menilai keadaan darurat militer tersebut ilegal dan inkonstitusional. Pihak partai oposisi pun menuntut Yoon mundur. Sebab, mantan Jaksa Agung itu dinilai telah melakukan pemberontakan dengan memberlakukan keadaan darurat militer. Hanya berselang beberapa hari dari pidato Yoon yang memicu kontroversi itu, atau 14 Desember 2024, parlemen sepakat memakzulkan Yoon.

Dari 300 anggota Parlemen, sebanyak 204 orang setuju untuk memakzulan Presiden Yoon atas tuduhan pemberontakan. Sementara itu, 85 anggota lainnya menolak, tiga orang abstain, dan delapan suara batal atau tidak sah. Karena mayoritas anggota sepakat memakzulkan, Yoon diberhentikan sementara dari jabatannya sebagai Presiden.

Selanjutnya, penangkapan terhadap Yoon dilakukan setelah ia mengabaikan tiga panggilan untuk hadir dalam proses interogasi. Pengadilan Korsel menyetujui penahanan terhadap Yoon. Peristiwa ini menjadikan Yoon sebagai Presiden Korsel pertama dalam sejarah yang harus mengghadapi upaya hukum saat masih menjabat. Beberapa kejadian sebelumnya, setelah sang Presiden sudah lengser.

Gejolak di Negeri Gingseng itu disebut-sebut imbas persaingan Pilpres Korsel yang digelar pada 9 Maret 2022 lalu. Yoon yang merupakan calon dari Partai Kekuatan Rakyat (PKR) terpilih. Pria berusia 60 tahun itu mengalahkan Lee Jae-myung, kandidat dari Partai Demokrat Korea. Yoon terbilang unggul tipis dari pesaingnya. Yoon meraup 16.394.815 suara, sedangkan Lee meraih 16.147.738 suara. Cuma selisih 247.077 suara saja.

Sebelum dikuasai PKR, Presiden Korsel sebelumnya berasal dari Partai Demokrat Korea. Yakni, Moon Jae-in. Dia tidak bisa maju lagi karena konstitusi di Korea Selatan, masa jabatan Presiden hanya satu periode. Pada September lalu, Moon ditetapkan sebagai tersangka. Dia dituduh terlibat dalam penyuapan.

Moon diduga terlibat nepotisme karena membantu menantunya mendapatkan posisi di maskapai penerbangan berbiaya rendah Thai Eastar Jet. Praktik itu diduga terjadi beberapa tahun lalu saat Moon menjadi Presiden. Namun, upaya penyelidikannya masih terus berlanjut. Hingga, akhirnya pada 1 September 2024, divisi hukum pidana ketiga Kantor Kejaksaan Distrik Jeonju meninjau dasar hukum untuk mengajukan tuntutan penyuapan terhadap Moon itu. (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News



No More Posts Available.

No more pages to load.