Mau Korsel atau Jepang? It is Our Darkest Hour, but We Will Make It

Editor: Hardy
oleh -1201 Dilihat
Marselino Ferdinan (kanan) berselebrasi usai mencetak gol ke gawang Timnas Yordania U-23 melalui pinalti pada Kualifikasi Grup A Piala Asia U-23 di Stadion Abdullah bin Khalifa, Doha, Minggu (21/4). (Antara/HO-PSSI)

KabarBaik.co- Sudah cukup euforia setelah menggilas tim Yordania 4-1 dan sukses mengukir sejarah baru di Piala Asia U-23. Lolos ke babak 8 besar atau perempat final. Debut yang mengejutkan. Namun, kini timnas Indonesia mesti segera fokus lagi. Menatap pertandingan besar berikutnya: Korea Selatan (Korsel) atau Jepang sudah menunggu.

Harus diakui, permainan Garuda Muda ketika melawan Yordania pada Minggu (21/4) malam, sungguh membikin geleng-geleng kepala. Jutaan penggemar sepak bola se-tanah air pasti satu kata. Bahkan, juga warga tetangga. Mata seperti tidak mau berkedip. Waktu 90 menit plus tambahannya, terasa begitu pendek, meski tetap deg-degan. Khawatir lawan tiba-tiba menyamakan kedudukan.

Menyaksikan pertandingan Indonesia vs Yordania U-23, seolah kita sedang menikmati pertandingan level Eropa. Bahkan, mungkin juga kelas dunia. Betapa Rizky Ridho dkk begitu enjoy dan tenang. Skill individu antarpemain berpadu-padan dengan kekompakan seolah tidak mengenal lelah, menghasilkan orkestrasi nan indah. Menyatu.

Jingkrak-jingkrak dan riuh penonton di tribun Stadion Abdullah bin Khalifa, Doha, serta kibaran bendera merah putih, semakin membuat suasana merinding. Respek dan apresiasi untuk Shin Tae-yong. Tentu juga untuk Ketua Umum PSSI Erick Thohir. Yang telah memberikan hiburan superatraktif, di tengah kondisi politik global, yang sedang tidak baik-baik saja.

Baca juga:  Berhasil Antarkan Timnas Indonesia ke Babak-16 Besar Piala Asia, Berikut Profil Shin Tae Yong

Kini, dari delapan tim yang lolos ke perempat final, hanya tinggal Indonesia dan Vietnam yang menjadi wakil Asia Tenggara. Thailand dan Malaysia yang selama ini menjadi seteru klasik, sudah angkat koper lebih dulu. Padahal, bagi Thailand, keikutsertaan di Piala Asia U-23 sudah kali kelima. Adapun Malaysia, sudah kali ketiga. Indonesia baru pertama dan langsung ke perempat final.

Sudah kepalang basah. Tidak ada pilihan, tim Indonesia U-23 harus benar-benar ngosek bin ngeyel, memimjam dialek Suroboyoan. Mau Korsel atau Jepang lawannya: sikat. Peduli amat. Seperti adagium, tidak ada yang tidak mungkin dalam sepak bola. Niat baik, pasti ada jalan!

Baca juga:  Indonesia U-23 vs Australia U-23: Garuda Muda Pantang Menyerah

Betul, baik Jepang maupun Korsel, tidak bisa dipandang sebelah mata. Tidak mungkin diremehkan. Keduanya juga sama-sama pernah menjadi juara di Piala Asia. Korsel juara di tahun 2020, sementara Jepang pada 2016. Tapi, susunan pemainnya, saat ini sudah pasti berbeda. Pelatihnya juga berbeda. Tuan rumah berbeda. Situasi dan kondisi berbeda. Yang sama, mungkin hanya nama negaranya saja.

Rasanya, saat ini tim Indonesia lagi on fire. Cuaca sedang bagus-bagusnya. Tidak sedang berawan. Karena itu, tidak ada alasan untuk gemetar ketika harus berhadapan dengan Jepang atau Korsel. Maju tak gentar! Rawe-rawe rantas. Rebut juara Piala Asia. Bawa pulang kebanggaan yang terkenang sepanjang masa. Tak lekang termakan zaman.

Mungkin saja, mendengar nama besar Korsel dan Jepang membuat sebagian keder. Seperti Winston Churcill, perdana menteri Inggris (1940-1945), kala menghadapi tekanan di Perang Dunia II. Saat itu, Kerajaan Inggris dan Persemakmuran berdiri sendiri melawan kekuatan poros di Eropa. Namun, akhirnya Inggris berjaya, bermula dari semangat yang menyala. “It is our darkest hour, but we will make it,” kata Churchill ketika itu.

Baca juga:  Berebut Satu Karcis, Menunggu Perjamuan Baru dengan Guinea

Kalimat Churchill itu hingga kini masih populer. Kerap dipakai sebagai selipan kutipan penyemangat. Kalimat legendaris itu juga dikutip banyak tokoh ketika sedang menghadapi tekanan dan kesulitan. Di antaranya, Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte.

Dalam sebuah wawancaranya ketika virus Korona mewabah di Italia, Conte menyatakan. “Saya ingat kalimat lama dari Churchill:  It is our darkest hour, but we will make it,” ujarnya penuh keyakinan.

Kutipan itu pun kurang lebih sama dengan Habis Gelap, Terbitlah Terang dari RA. Kartini. Setelah bertahun-tahun gelap atau nirprestasi sepak bola di kancah Asia dan dunia, kini saatnya terbit terang. Kita pun waktunya meminjam “kalimat sakti” Churchill tersebut Semoga. (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News


No More Posts Available.

No more pages to load.