Guru Besar Ilmu Hukum UTM: Tahap Pra-Ajudikasi Fondasi Penegakan Hukum, Batasan Kewenangan Harus Jelas dan Konsisten

oleh -277 Dilihat
IMG 20250507 WA0031

KabarBaik.co – Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Prof. Dr. Deni Setya Bagus Yuherawan, SH., MS., menegaskan pentingnya kejelasan dan kesinambungan pelaksanaan kewenangan hukum pada tahap pra-ajudikasi dalam sistem peradilan pidana Indonesia. Hal ini disampaikan sebagai respons terhadap urgensi penataan ulang sistem hukum acara pidana yang tengah menjadi perhatian nasional.

Menurut Prof. Deni, sistem peradilan pidana Indonesia secara sistematis terdiri atas tiga tahapan besar, yakni pra-ajudikasi, ajudikasi, dan pasca-ajudikasi. Tahap pra-ajudikasi mencakup kegiatan penyelidikan dan penyidikan oleh Kepolisian, serta penuntutan oleh Kejaksaan.

“Pra-ajudikasi adalah fondasi awal dalam rangkaian proses penegakan hukum pidana. Jika pada tahap awal ini sudah terjadi kekaburan kewenangan atau pelanggaran prosedur, maka keadilan substantif akan sangat sulit diwujudkan,” tegasnya, pada Rabu (7/5).

Prof. Deni menekankan bahwa setiap institusi penegak hukum memiliki peran dan batasan kewenangan yang harus dipahami secara yuridis. Landasan hukum yang mengatur kewenangan tersebut harus dijadikan pegangan utama agar proses hukum berjalan efektif, akuntabel, dan sesuai prinsip negara hukum.

“Pemahaman yuridis atas batas kewenangan masing-masing lembaga—Polri, Kejaksaan, hingga Pengadilan—harus menjadi kesadaran bersama. Ini untuk mencegah tumpang tindih kewenangan dan memastikan perlindungan hak-hak warga negara dalam seluruh tahapan proses pidana,” ujar Prof. Deni.

Prof. Deni menyoroti secara khusus bahwa pelaksanaan kewenangan oleh Kepolisian pada tahap pra-ajudikasi—yakni penyelidikan dan penyidikan—harus dilakukan secara koheren, jelas (clear), dan tepat (precise). Ketidakjelasan dalam tahapan ini berpotensi menimbulkan ketidakadilan, penyimpangan hukum, hingga kriminalisasi.

“Jika sejak tahap awal tidak dilaksanakan secara sistemik dan taat prosedur, maka proses hukum akan kehilangan legitimasi. Penegakan hukum tidak cukup hanya berpijak pada kekuasaan, tetapi harus berbasis keadilan dan perlindungan hak asasi,” tegasnya.

Prof. Deni menyebutkan bahwa penting bagi semua unsur aparat penegak hukum untuk tidak hanya menjalankan fungsi kelembagaan, tetapi juga menjiwai semangat konstitusi dan nilai-nilai HAM. Penegakan hukum yang modern, lanjutnya, harus responsif terhadap dinamika masyarakat dan tuntutan reformasi sistem hukum pidana.

Pernyataan ini mempertegas bahwa tahapan pra-ajudikasi bukan sekadar teknis administratif, melainkan jantung dari penegakan hukum pidana yang bermartabat. Kejelasan dan akuntabilitas dalam tahap ini menjadi indikator utama integritas penegakan hukum di Indonesia ke depan. (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Penulis: P. Priyono
Editor: Hairul Faisal


No More Posts Available.

No more pages to load.