IHSG Nyungsep? Bodoh Amat, Gue Tidak Main Saham! Eh, Tunggu Dulu Dong…

oleh -465 Dilihat
IHSG
Foto ilustrasi (IST)

KabarBaik.co- Setelah libur Lebaran, perdagangan saham akan dibuka kembali Selasa (8/4) besok. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) makin menjadi perhatian luas. Ini setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menerapkan kebijakan tarif impor ugal-ugalan ke beberapa negara. Termasuk Indonesia.

Selain IHSG, kurs mata uang rupiah terhadap dolar AS juga membuat waswas. Apakah rupiah kian melemah? Kalau melemah apakah makin dalam dibandingkan ketika Indonesia mengalami krisis moneter hebat pascajatuhnya pemerintahan Orde Baru pada 1998 silam? Yang jelas, belakangan rupiah dikabarkan bakal melemah hingga Rp 17.000 per dolar AS.

Jika di Indonesia libur, perdagangan saham di negara-negara lain tetap buka. Selama 27 Maret hingga 4 April, pasar saham di sejumlah negara mengalami fluktuasi. Beberapa negara seperti Jepang, China dan Filipina mengalami penurunan. Demikian juga di AS. Bahkan, di AS anjlok hingga mencapai 12 persen. Kebijakan Presiden Trump menjadi biang keroknya.

Melihat kondisi tersebut, beberapa pengamat memprediksi, pada pembukaan besok, IHSG akan kembali tertekan. Mungkin sebagian dari kita masa bodoh dengan kabar IHSG. Reaksi spontan keluar karena kita tidak punya selembar pun saham. “Emang gue pikirin? Saya kan tidak main saham?”

Nah, di sinilah letak kesalahpahaman tipis-tipis, tetapi sebetulnya sangat penting. Meskipun kita tidak pegang atau bermain saham, pergerakan IHSG ini tetap memiliki “efek samping” bagi dompet dan kehidupan sehari-hari. Kok? Bayangkan begini: IHSG itu seperti rapor kesehatan perusahaan-perusahaan besar di Indonesia. Kalau IHSG lagi bagus, artinya banyak perusahaan yang lagi “sehat” dan nilainya lagi naik.

Nah, sebaliknya, kalau IHSG anjlok, berarti banyak perusahaan yang lagi “kurang sehat” atau nilainya lagi turun. Terus, apa hubungannya sama kita yang cuma rakyat di bawah? Ujung-ujungnya, pertama soal lapangan kerja. Perusahaan-perusahaan besar itu tentu menjadi tempat banyak orang bekerja. Kalau perusahaan lagi “sakit” (nilai sahamnya turun terus), mereka bisa jadi berfikir dua kali untuk menambah karyawan baru. Bahkan, mungkin terpaksa mengurangi karyawan yang ada alias PHK. Kalau banyak perusahaan begitu, mencari kerja jadi semakin susah bukan? Ini jelas berdampak buat yang lagi cari nafkah.

Kedua, harga-harga bisa ikutan bergoyang. Anjloknya IHSG bisa jadi sinyal kalau kondisi ekonomi negara lagi tidak baik-baik saja. Nah, kalau ekonomi lagi demikian atau stabil, nilai tukar Rupiah juga bisa ikut melemah terhadap mata uang asing seperti Dolar. Akibatnya? Barang-barang yang diimpor, mulai dari bahan baku makanan, BBM, sampai barang elektronik bisa jadi lebih mahal. Ujung-ujungnya, harga di warung sama toko juga bisa ikutan naik. Jadi, meskipun tidak main saham, kita tetap harus bayar lebih mahal buat kebutuhan sehari-hari.

Ketiga, daya beli melemah. Kalau harga-harga pada naik, tapi gaji atau pendapatan kita segitu-gitu saja, jelas daya beli menjadi berkurang. Duit yang biasanya cukup untuk membeli beras satu kilogram, eh sekarang cuma dapat setengah kilogram. Tentu, hal ini terasa banget buat masyarakat yang penghasilannya pas-pasan.

Keempat, persepsi negatif. Ibaratnya begini, kalau tetangga lagi ribut terus, meskipun kita tidak ikut ribut, tentu suasana di sekitar rumah menjadi tidak enak. Nah, sama seperti IHSG anjlok. Hal ini bisa membuat para pengusaha menjadi was-was buat mengembangkan usaha atau bisnisnya. Mereka menjadi pikir-pikir seribu kali untuk berinvestasi atau membuka cabang baru. Kalau investasi lesu, imbasanya potensi menciptakan lapangan kerja baru juga ikutan lesu.

Jadi, meskipun kita tidak langsung ikut-ikutan jual-beli saham, IHSG itu seperti termometer buat mengukur kesehatan ekonomi negara. Kalau termometernya sedang menunjukkan angka bagus, kita sebagai bagian dari ekonomi ini pasti akan ikut merasakan dampaknya. Cepat atau lambat. Karena itu, tetap penting buat kita sedikit banyak tahu kondisi ekonomi negara, termasuk masalah IHSG. Apakah kita masih bodoh amat? Jangan kaget kalau tiba-tiba harga mi instan tiba-tiba naik! (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News



No More Posts Available.

No more pages to load.