Ijazah Tertahan Tunggakan Sekolah Rp 10 Juta, Haikal Kini Kerja Serabutan dan Mengubur Banyak Impian

oleh -1124 Dilihat
IMG 20250109 WA0000
Haikal Wira Setiawan, anak putus sekolah dari Kabupaten Sidoarjo.

KabarBaik.co – Haikal Wira Setiawan, 17 tahun, seorang remaja asal Sidoarjo harus mengubur mimpinya untuk melanjutkan pendidikan. Dua tahun terakhir, Haikal tidak bisa melanjutkan sekolah karena ijazahnya ditahan oleh MTs Hassanudin akibat tunggakan pembayaran. Kini, ia menghabiskan hari-harinya sebagai kuli panggul di pasar demi membantu keluarganya.

“Awalnya saya ingin sekolah lagi, tapi tidak bisa karena ijazah saya masih ditahan,” ungkap Haikal dengan suara lirih.

Ia menceritakan bahwa tunggakan sekolah menjadi penghalang besar baginya untuk meraih pendidikan yang lebih tinggi.

Haikal sempat bercita-cita melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 1 Gedangan, Sidoarjo. Namun, kenyataan pahit membuatnya hanya bisa melihat teman-temannya melangkah ke jenjang berikutnya.

“Melihat teman-teman bisa sekolah, rasanya sedih sekali,” tuturnya sambil menahan air mata.

Eko Yulianto Setiawan, ayah Haikal, mengungkapkan bahwa tunggakan biaya sekolah mencapai lebih dari Rp 10 juta. Ia dan istrinya telah berusaha mencari cara agar Haikal bisa mendapatkan ijazah dan Surat Keterangan Lulus (SKL). Namun, usaha mereka selalu menemui jalan buntu.

“Kami pernah menawarkan pembayaran dengan cara mengangsur, tapi pihak sekolah tidak mau menerima,” jelas Eko.

Ia bahkan sempat datang ke sekolah dengan membawa uang Rp 2 juta, berharap itu bisa menjadi langkah awal untuk melunasi tunggakan. Sayangnya, tawaran tersebut ditolak mentah-mentah.

Kepala MTs Hassanudin, Abdul Hamid Fahmi bersikeras meminta pembayaran minimal Rp 6 juta agar SKL bisa dikeluarkan. Angka tersebut jauh di luar kemampuan keluarga Haikal.

“Kami hanya diminta membayar 50 persen dulu, tapi itu tetap terlalu berat,” tambahnya.

Keputusan sekolah yang tidak memberikan opsi lain membuat Haikal terjebak dalam lingkaran kemiskinan. Tanpa ijazah, ia tidak bisa melanjutkan pendidikan maupun mencari pekerjaan yang lebih baik.

“Kalau ada ijazah, mungkin hidup saya tidak seperti ini,” ujarnya.

Selama dua tahun terakhir, Haikal mencoba berbagai pekerjaan untuk membantu keluarga. Ia pernah menjadi kuli panggul di pasar, bekerja di bengkel, hingga membantu kakaknya menjual ponsel bekas.

“Hasilnya untuk kebutuhan keluarga, sisanya saya tabung,” katanya.

Haikal juga sempat bermimpi besar untuk sekolah di salah satu sekolah favoritnya.

“Dulu saya ingin sekolah di Antartika, tapi sekarang saya sadar itu hanya angan-angan,” ucapnya dengan senyum getir.

Kisah Haikal menggambarkan betapa sulitnya anak-anak dari keluarga kurang mampu untuk mengakses pendidikan. Padahal, pendidikan adalah hak dasar setiap anak yang seharusnya tidak terhalang oleh biaya.

Sementara itu, Eko berharap ada bantuan dari pemerintah atau pihak lain untuk menyelesaikan masalah ini.

“Kami ingin Haikal bisa sekolah lagi. Saya tidak ingin dia kehilangan masa depannya,” tuturnya dengan penuh harap.

Kisah Haikal adalah potret nyata bagaimana keterbatasan ekonomi dapat menghentikan mimpi seorang anak. Namun, ia tetap berharap suatu hari nanti ia bisa kembali melanjutkan sekolah dan mengubah nasibnya.

“Saya hanya ingin sekolah, itu saja,” pungkas Haikal.

Hingga kini, Haikal masih terus bekerja serabutan sambil menunggu keajaiban datang. Mungkin suatu hari nanti, pintu harapan untuknya akan terbuka. (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan klik di sini

Penulis: Yudha
Editor: Gagah Saputra


No More Posts Available.

No more pages to load.