KabarBaik.co – Ketegangan geopolitik global yang terus memanas tidak menghentikan langkah Indonesia untuk memperkuat ekspor. Di tengah perang dagang antara Amerika Serikat dan China serta eskalasi konflik Israel-Iran, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur melihat peluang emas bagi Indonesia untuk mentransformasi strategi ekspornya.
Ketua Umum Kadin Jawa Timur, Adik Dwi Putranto, menegaskan bahwa dunia tengah menghadapi transformasi geopolitik yang fundamental. “Dua poros konflik besar yang memengaruhi pasar global saat ini justru membuka peluang baru bagi produk ekspor Indonesia. Namun, keberhasilan ini bergantung pada kemampuan kita untuk bergerak cepat dan cerdas,” ujar Adik dalam acara Business Gathering Gabungan Pengusaha Eksportir Indonesia (GPEI) Jawa Timur di Surabaya, Kamis (26/6).
Perang dagang AS-China yang berkepanjangan membuka ruang bagi Indonesia. Dengan tarif impor AS terhadap produk China yang mencapai 145 persen, produk Indonesia menjadi lebih kompetitif karena hanya dikenai tarif 10–32 persen. Data menunjukkan ekspor Indonesia ke AS melonjak 48 persen dalam lima tahun terakhir, dari US$17,8 miliar pada 2019 menjadi US$26,3 miliar pada 2024.
“Kadin memproyeksikan potensi tambahan ekspor hingga US$1,7 miliar, terutama di sektor tekstil, garmen, alas kaki, elektronik, dan furnitur,” ungkap Adik.
Namun, peningkatan ini tidak tanpa ancaman. Produk China yang kehilangan pasar di AS kini membanjiri Indonesia dengan harga murah, memperburuk persaingan domestik. Kasus kebangkrutan Sritex menjadi contoh nyata dampak ketidaksiapan industri nasional menghadapi gelombang barang impor murah.
Konflik Israel-Iran sejak Juni 2025 juga memengaruhi pasar global. Harga minyak melonjak 20 persen menjadi US$74 per barel, meningkatkan biaya produksi barang ekspor berbasis energi. Ketegangan di Selat Hormuz, jalur strategis perdagangan minyak dunia, turut memperbesar biaya logistik dan premi asuransi maritim.
Namun, Kadin melihat peluang pengalihan ekspor dari Israel ke pasar Timur Tengah yang lebih luas. Ekspor Indonesia ke Arab Saudi senilai US$2,08 miliar menunjukkan potensi besar yang bisa digarap, terutama dengan dukungan CEPA Indonesia-UAE yang mulai berlaku sejak September 2023.
Untuk menjawab tantangan ini, Kadin mengusung strategi berbasis lima pilar yakni Diversifikasi pasar dan produk strategis, Peningkatan daya saing produk, Efisiensi rantai pasok, Mitigasi risiko geopolitik, Diplomasi ekonomi aktif.
Langkah konkret meliputi pembentukan sistem peringatan dini geopolitik, pendirian Export Center 2.0 di setiap provinsi, serta program matching fund bagi UKM untuk adaptasi sertifikasi internasional. Kadin juga mengembangkan inovasi asuransi ekspor dengan cakupan risiko geopolitik.
Dalam skenario optimis, Indonesia menargetkan nilai ekspor sebesar US$300 miliar pada 2030. Meski konflik terus berlanjut, target minimum tetap dipatok di US$250 miliar, dengan fokus pada substitusi pasar dan ketahanan rantai pasok.
“Kita tidak boleh berpikir biasa-biasa saja di masa luar biasa. Krisis adalah momentum emas untuk mentransformasi ekspor kita dari sekadar penghasil bahan mentah menjadi pemimpin produk bernilai tinggi di pasar dunia,” tegas Adik.
Dengan sinergisitas lintas sektor dan keberanian berinovasi, Indonesia memiliki peluang nyata untuk mengukuhkan posisinya di kancah perdagangan global. Seperti pepatah bijak, setiap krisis menyimpan peluang bagi mereka yang siap menangkapnya.






