KabarBaik.co- Innalillahi waa Innailaihi Rajiun. Umat Islam, terutama warga NU dan keluarga besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel, Surabaya, kehilangan salah seorang cendekiawan sekaligus ulama kharismatik. Ia adalah Prof Dr KH Muhammad Ridlwan Nasir. Rabu (15/1) malam, mantan rektor UIN Sunan Ampel dan mustasyar PWNU Jatim itu telah berpulang ke Rahmatullah di usia 74 tahun.
Informasi yang dihimpun, almarhum yang juga Imam Besar Masjid Al Akbar Surabaya itu meninggal dunia dalam perjalanan pulang dari menunaikan ibadah umrah. Dikabarkan, pada Rabu (15/1), Prof Ridlwan bersama rombongan umrah terbang dari Jeddah lalu transit di Kuala Lumpur, Malaysia.
Nah, dalam penerbangan dari Kuala Lumpur ke Surabaya, kondisi Prof Ridlwan mendadak drop dan mengembuskan napas terakhirnya dalam perjalanan. Pesawat pun mendarat darurat di Bandar Udara Internasional Hang Nadim, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Selanjutnya jenazah dibawa ke Rumah Sakit (RS) Bhayangkara Batam.
Dari Batam, jenazah tiba di Bandara Juanda Surabaya sekitar pukul 14.30 WIB. Lalu, dibawa ke rumah duka. Selain disalatkan di rumah duka, jenazah juga disalatkan di beberapa lokasi. Di antaranya, di Masjid Raya Ulul Albab Kampus A. Yani UIN Sunan Ampel, di Masjid Al Akbar Surabaya. Setelah itu, jenazah dimakamkan di Pemakaman Pesantren Alif Lam Mim di Kawasan Kebonsari Baru Selatan Surabaya.
Ucapan duka cita yang mendalam atas wafatnya Prof Ridlwan pun datang dari banyak kalangan. ‘’Keilmuan serta kesalehan privat dan publiknya terjaga. Beliau sosok yang sangat perhatian kepada kami semua. Beliau guru yang sangat dekat dengan muridnya. Komitmen untuk membantu yang lain juga luar biasa. Kami semua di UIN Sunan Ampel Surabaya sangat kehilangan atas kapundut-nya beliau,” ujar Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya Prof Akh. Muzakki.
Semasa hidup, almarhum sangat dihormati di kalangan civitas akademika maupun keagamaan. Selain menjadi guru besar, Prof Ridlwan menjadi ketua Yayasan Khadijah Surabaya, sebuah yayasan pendidikan Islam terkemuka di Kota Surabaya. Rekam jejak dan karir akademiknya terbilang luar biasa. Penuh dedikasi dan menginspirasi.
Almarhum menamatkan Pendidikan sarjana S-1 di IAIN Sunan Ampel, yang kini berganti nama menjadi UIN Sunan Ampel. Saat peluncuran buku biografinya yang berjudul Menyongsong Takdir Meniti Asa, pada 2017 silam, Prof Ridlwan sempat menceritakan penggalan ceritanya kali pertama kuliah di UIN Sunan Ampel.
‘’Saya datang sendiri. Tolah-toleh. Karena yatim-piatu. Aba (bapak, Red) meninggal dunia di Baqi, Madinah, ketika saya berumur 40 hari. Sedangkan Ibu, meninggal saat saya masih di PGA (Pendidikan Guru Agama),’’ ceritanya ketika itu.
Seingatnya, ia termasuk generasi awal di kampus tersebut. Dan, dari jumlah mahasiswa sebanyak 80 orang, hanya dua yang lulus paling cepat. Salah seorang di antara dua itu adalah dirinya. Prof Ridlwan bercerita,, kunci kesuksesannya itu adalah 80 persen ikhtiar zikir dan batin, 20 persen usaha lahir. ‘’Umumnya orang itu kan kunci suksesnya 80 persen usaha lahir, 20 persen zikir dan batin. Saya sebaliknya, mungkin karena menyadari yatim-piatu itu,’’ ungkapnya.
Pada acara peluncuran buku tersebut, Prof Ridlwan juga menyebut salah seorang yang banyak berperan dalam mewarnai hidupnya adalah Muhaimin Nasir, kakak kandungnya, yang memiliki salah seorang putra bernama Prof Dr Hadi Subhan, mantan Sekretaris Unair, ‘’Dari beliaulah (kakak), saya belajar hidup, saya belajar berpidato, saya belajar riyadhoh,’’ ungkap pria yang lahir pada 17 Agustus 1950 itu.
Semasa hidup, praktis Prof Ridlwan terlihat selalu riang. Tidak lepas dari candaan atau humor-humor segar ketika memberikan sambutan atau pidato di manapun. Karena itu, Prof Ridlwan pun sempat dijuluki rekannya sebagai doktot humoris causa.
Dalam kesempatan itu, Prof Ridlwan juga memberikan ‘’wasiat’’ penting berupa filsafat Jawa. Yakni, Eling lan waspodo (selalu ingat dan waspada), nguwongake uwong (memanusiakan manusia), weweh tanpo kelangan (memberi tanpa merasa kehilangan), menang tanpo ngasorake, ngeluruk tanpo bolo. ‘’Ini yang sering saya sampaikan. Di mana saja, kapan saja’’ papar guru besar asal Tegal, Jawa Tengah. itu.
Selepas menamatkan S-1 di UIN Sunan Ampel, Prof Ridlwan melanjutkan S-2 di Fakultas Syariah di IAIN Sunan Kalijaga, kini menjadi UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta. Gelar pendidikan doktoral (S3) juga diraih di UIN Sunan Kalijaga. Dia mulai meniti karirnya sebagai di UIN Sunan Ampel sebagai penata muda pada 1981. Pada 1997, mencapai puncak karir akademiknya sebagai guru besar dan menjadi Rektor UIN Sunan Ampel dua periode mulai 2000.
Khofifah Indar Parawansah, gubernur Jatim terpilih, juga menyampaikan ungkapan dukanya melalui akun Instagramnya. ‘’ Beliau adalah ulama kharismatik yang penuh keteladanan, istiqamah dalam dakwah, dan selalu menjadi inspirasi bagi kita semua. Semoga Allah SWT melapangkan kubur beliau, menerima semua amal kebaikannya, mengampuni khilafnya, dan memberikan tempat terbaik di sisi-Nya. Kepada keluarga yang ditinggalkan, semoga diberi ketabahan, kekuatan, dan keteguhan hati,’’ tulisnya.
Sugeng tindak Prof Kiai… (*)