Isu Reshuffle Pasca Lebaran: Komunikasi Pemerintah dan Publik Memegang Peran Sentral

oleh -452 Dilihat
KOMUNIKASI

KabarBaik.co- Di tengah bayang-bayang krisis ekonomi, baik karena faktor domestik maupun global, tampaknya sangat penting bagi Presiden Prabowo Subianto makin merapatkan barisan. Sejumlah kalangan menyarankan Presiden ke-8 itu melakukan perombakan atau reshuffle jajaran pembantunya. Harapannya, kepercayaan masyarakat terbangun kembali.

Seperti diakui oleh Presiden sendiri, di antara yang perlu mendapatkan atensi kuat adalah komunikasi publik. Sejumlah pihak pun menilai, sejauh ini komunikasi negara terbilang buruk. Banyak di antara pembantu presiden atau menteri dalam menyampaikan pernyataan, berujung blunder atau kontroversi. Imbasnya, membuat publik apatis. Rasa percaya menjadi turun.

Salah satu contoh blunder yang mengemuka adalah pernyataan Kepala Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO) Hasan Nasbi terkait insiden teror kepala babi di kantor redaksi Tempo. Dengan mengatakan kepala babi tersebut dimasak saja, Hasan Nasbi dianggap meremehkan dan tidak memiliki empati.

Di tengah ancaman resesi ekonomi global dan meningkatnya tekanan politik domestik, komunikasi antara pemerintah dan masyarakat memegang peran sentral dalam menjaga stabilitas nasional. Rakyat membutuhkan kejelasan arah, rasa aman, serta keyakinan bahwa negara atau pemerintah benar-benar mampu dan responsif.

Jamak diketahui, komunikasi bukan sekadar menyampaikan informasi. Dalam konteks krisis, komunikasi adalah alat strategis untuk membentuk persepsi, membangun kepercayaan, dan mengarahkan perilaku publik. Pemerintah yang mampu mengomunikasikan kebijakan dan kondisi secara jujur dan terbuka, konsisten, dan empatik akan cenderung lebih berhasil mengelola krisis.

Ketika ekonomi melambat, inflasi meningkat, atau nilai tukar terguncang dan indikator lainnya, masyarakat mudah terjebak dalam kepanikan. Nah, komunikasi yang jelas dan terbuka dari pemerintah akan membantu membentuk narasi yang rasional dan menenangkan. Hal ini mencegah kepanikan pasar, penarikan besar-besaran dana, atau aksi borong barang.

Tekanan politik sering kali muncul akibat ketidakpuasan publik terhadap kebijakan atau kinerja pemerintah. Dengan komunikasi yang transparan, pemerintah bisa menjelaskan alasan di balik setiap kebijakan, serta menunjukkan upaya dan kesungguhan mereka dalam mencari solusi.

Krisis pun kerap kali menjadi lahan subur bagi hoaks dan manipulasi informasi. Tanpa komunikasi resmi yang cepat dan kredibel, ruang-ruang publik akan dipenuhi oleh spekulasi yang memperparah ketegangan. Pemerintah pun perlu hadir sebagai sumber utama informasi yang terpercaya. Bukan buzzer-buzzer atau influencer tidak jelas.  Ada media-media pers, misalnya.

Kebijakan ekonomi yang berhasil, tentu memerlukan keterlibatan masyarakat. Baik dalam bentuk penerimaan terhadap kebijakan pengetatan anggaran, partisipasi dalam program sosial, maupun dukungan terhadap upaya transformasi. Komunikasi yang partisipatif dan dialogis akan memperkuat rasa memiliki dan solidaritas publik.

Pemerintah yang sukses mengelola krisis bukan hanya karena kebijakannya yang cepat dan tepat, melainkan karena mampu menjaga dialog terbuka dan menjaga kepercayaan rakyatnya. Di era keterbukaan dan media sosial, suara rakyat begitu cepat bergerak dan hanya bisa ditenangkan oleh komunikasi yang bijak. Bukan keluhan-keluhan, apalagi hardikan-hardikan yang tidak perlu.

Sebelumnya, seperti dilansir media, Analis Komunikasi Politik Hendri Satrio juga menilai ketidakempatian Hasan Nasbi adalah satu contoh komunikasi berdampak citra negatif terhadap pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Pernyataan kontroversial tersebut dinilai telah membuat publik, khususnya kalangan jurnalis, merasa bahwa pemerintahan tidak menghargai kebebasan pers.

“Ketidakempatian kepala kantor komunikasi kepresidenan kemarin itu membuat publik heboh dan membuat pemerintahan Pak Prabowo dicap sebagai pemerintahan yang tidak empati terhadap jurnalis dan kebebasan pers,” kata Hensat, sapaan akrabnya.

Dia meyakini Presiden kemungkinan besar telah memiliki catatan dan melakukan evaluasi terkait rencana perombakan kabinet atau reshuffle. Jika reshuffle benar-benar terjadi dalam waktu dekat, respons Hasan Nasbi terhadap teror ke redaksi Tempo itu bisa menjadi salah satu pertimbangan penting.

’’Presiden Prabowo pasti sudah punya catatan jika memang akan ada reshuffle dalam waktu dekat. Saya yakin juga Presiden sudah memiliki evaluasi-evaluasi dan calon-calon penggantinya,” katanya.

Hensat juga menilai situasi ini menjadi tantangan besar bagi Presiden Prabowo dalam menjaga citra pemerintahan yang akan datang. Evaluasi menyeluruh terhadap para pembantunya, termasuk Hasan Nasbi, dinilai perlu dilakukan agar kabinet dapat berjalan efektif dan mendapatkan kepercayaan publik.

Soal waktu pelaksanaan reshuffle, dia mengatakan tentu keputusan sepenuhnya berada di tangan Presiden. Meski isu perombakan kabinet santer beredar akan terjadi pada bulan April ini, pihaknya menilai reshuffle bisa saja dilakukan pada bulan lain sesuai kebutuhan dan pertimbangan Presiden. (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News



No More Posts Available.

No more pages to load.