KabarBaol.co- Gubernur Riau Abdul Wahid dan Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko menjadi dua kepala daerah yang belum genap setahun dilantik Presiden Prabowo Subianto, namun sudah terjerat operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK pada awal November 2025. Menyikapi hal tersebut, KPK kini memperkuat langkah pencegahan agar kasus serupa tidak terulang di daerah lain.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan, lembaganya memfokuskan pengawasan pada dua sektor yang paling rawan praktik korupsi di pemerintahan daerah, yakni pengelolaan anggaran dan manajemen aparatur sipil negara (ASN).
“KPK terus mendorong penguatan aparat pengawas internal pemerintah (APIP) untuk bisa lebih serius dalam mengawasi proses-proses penganggaran di pemerintah daerah. Setiap rupiah APBD harus benar-benar digunakan untuk kesejahteraan masyarakat,” ujar Budi kepada wartawan di Jakarta, Selasa (11/11).
Ia menyebut, melalui fungsi koordinasi dan supervisi, KPK menempatkan sektor anggaran sebagai salah satu dari delapan area intervensi utama dalam indikator Monitoring Center for Prevention (MCP). Langkah ini diambil untuk mencegah penyimpangan seperti di Riau, yang bermula dari penambahan anggaran dan berujung dugaan pemerasan.
Sementara itu, penguatan sektor manajemen ASN menjadi fokus KPK untuk mencegah kasus seperti di Ponorogo, yang melibatkan dugaan suap dalam pengurusan jabatan. “Manajemen SDM ini juga menjadi salah satu sektor yang rawan korupsi. Dari pengalaman KPK, sudah banyak kasus jual beli jabatan atau pengurusan mutasi dan promosi yang kami tangani,” kata Budi.
Untuk itu, KPK mendorong agar setiap rotasi, mutasi, dan promosi jabatan dilakukan berbasis kompetensi dan kebutuhan organisasi, dengan proses seleksi yang akuntabel dan transparan. Publik juga diharapkan ikut mengawasi jalannya proses tersebut.
Selain itu, KPK meminta pemerintah daerah agar memanfaatkan data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) sebagai salah satu instrumen pencegahan korupsi dalam proses seleksi jabatan. “Kepatuhan LHKPN penting untuk menilai integritas dan transparansi calon pejabat. Kepala daerah seharusnya melihat lebih dulu rekam kepatuhan pelaporan harta para calon tersebut,” ujarnya.
KPK juga terus mengembangkan Survei Penilaian Integritas (SPI) untuk memetakan potensi risiko korupsi di lembaga pemerintah. Survei tersebut melibatkan ASN, masyarakat pengguna layanan publik, dan para ahli.
Dari hasil pengukuran SPI, KPK kemudian memberikan rekomendasi dan catatan perbaikan khusus bagi setiap pemerintah daerah agar segera ditindaklanjuti. “Inspektorat harus memastikan rekomendasi dari hasil SPI benar-benar diterapkan dan tidak berhenti di atas kertas,” kata Budi.
Sebelumnya, KPK menangkap Gubernur Riau Abdul Wahid pada 3 November 2025, dan menyusul penangkapan Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko pada 7 November 2025. Kedua peristiwa itu menjadi sinyal bahwa upaya membangun pemerintahan daerah yang bersih masih menjadi pekerjaan besar di awal masa pemerintahan Presiden Prabowo.
Langkah-langkah pengawasan dan pencegahan tersebut tanpaknya sejalan dengan semangat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), yang menuntut transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran serta kebijakan publik di setiap daerah. (*)








