KabarBaik.co – Tingginya angka perceraian di Kabupaten Gresik sepanjang tahun 2024 menjadi sorotan tajam. Terutama karena munculnya fenomena baru berupa kecanduan judi online (Judol) yang mengancam keutuhan rumah tangga.
Berdasarkan data Pengadilan Agama (PA) Gresik, tercatat sebanyak 2.052 perkara perceraian diterima hingga 24 Desember 2024. Dari jumlah tersebut, mayoritas adalah cerai gugat dengan 1.511 perkara, sedangkan cerai talak hanya mencapai 541 perkara.
Fifit Lutfianingsih, Panitera Muda Permohonan Pengadilan Agama Gresik, mengungkapkan bahwa faktor ekonomi masih menjadi alasan utama perceraian. Namun, ia menyoroti bahwa judol kini menjadi penyumbang signifikan dalam memicu konflik rumah tangga.
“Masalah ekonomi sering kali menjadi pemicu konflik yang tak terhindarkan dalam rumah tangga. Ditambah lagi dengan judi online, yang tidak hanya menguras keuangan keluarga tetapi juga memicu perselisihan di antara pasangan,” ungkap Fifit kepada awak media, baru-baru ini.
Cerai gugat yang mendominasi hingga 73,6 persen dari total perkara menunjukkan banyaknya perempuan yang merasa tak lagi mampu mempertahankan pernikahan. Fenomena ini bisa diartikan sebagai bentuk protes terhadap ketidakadilan atau kekecewaan dalam rumah tangga, terutama ketika suami kecanduan judol.
Judol tidak hanya menjadi penyebab konflik finansial tetapi juga kerap melibatkan emosi dan kepercayaan. Judol akan sangat sering melibatkan kebohongan, manipulasi, hingga utang yang terus menumpuk. Situasi ini membuat pasangan kehilangan kepercayaan dan memutuskan untuk cerai.
Faktor ekonomi yang memang dari dulu menjadi akar dari banyaknya perceraian sekarang semakin diperburuk dengan maraknya judil. Banyak kepala keluarga yang mengabaikan kebutuhan rumah tangga demi mengejar keuntungan semu dari perjudian daring. Dalam beberapa kasus, sejumlah pasangan bahkan terjerat utang besar akibat kecanduan ini.
Fenomena ini mencerminkan dampak destruktif judol terhadap stabilitas ekonomi keluarga, yang berujung pada ketidakharmonisan hingga perceraian.
Kabupaten Gresik, sebagai wilayah dengan tingkat urbanisasi yang cukup tinggi, menjadi salah satu daerah yang rentan terhadap pengaruh negatif teknologi, termasuk judol. Kemudahan akses internet dan maraknya promosi aplikasi judi menjadi faktor yang memperparah situasi.
Selain itu, minimnya kesadaran masyarakat terhadap bahaya judol juga berkontribusi pada masalah ini. Fenomena ini membutuhkan penanganan serius dari berbagai pihak. Pemerintah daerah, tokoh masyarakat, dan lembaga agama perlu bekerja sama untuk meningkatkan literasi finansial dan kesadaran masyarakat terhadap bahaya judol.
Pengadilan Agama Gresik juga mengimbau masyarakat untuk mencari solusi sebelum memutuskan perceraian. “Kami selalu mendorong mediasi sebagai upaya terakhir. Namun, dalam banyak kasus, kepercayaan yang sudah hancur sulit untuk dipulihkan,” jelas Fifit.
Melihat tren yang ada, angka perceraian di Gresik berpotensi terus meningkat jika tidak ada intervensi yang signifikan. Judol bukan sekadar masalah pribadi, tetapi juga ancaman sosial yang harus ditangani dengan pendekatan sistemik.
Kecanduan judol menunjukkan bahwa teknologi dapat menjadi pedang bermata dua, tergantung pada cara masyarakat menggunakannya. Sebuah pelajaran penting bagi semua pihak untuk lebih bijak dalam menghadapi godaan dunia digital. (*)