KabarBaik.co – Komisi B DPRD Kabupaten Bojonegoro menyoroti potensi kebocoran pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor pengelolaan sumur minyak tua. Hal ini terungkap setelah para wakil rakyat melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi penyulingan minyak mentah di Kecamatan Malo dan Desa Wonocolo, Kecamatan Kedewan.
Ketua Komisi B DPRD Bojonegoro, Sally Atyasasmi menjelaskan, sidak tersebut merupakan tindak lanjut dari rapat kerja bersama BUMD PT Bojonegoro Bangun Sarana (BBS). Dalam rapat itu terungkap bahwa target pendapatan dari pembagian dividen PT BBS tidak tercapai. Salah satunya akibat carut-marut pengelolaan minyak dari sumur tua.
“Kami menemukan fakta bahwa banyak penambang tidak menjual minyak mentah hasil produksinya ke PT BBS, yang merupakan mitra resmi Pertamina. Minyak tersebut justru dijual ke pengepul,” ungkap Sally, Kamis (22/8).
Menurut politisi Partai Gerindra itu, praktik serupa tidak hanya terjadi di Kecamatan Kedewan, tetapi juga di Malo. Para penambang lebih memilih menjual ke pengepul karena harga yang ditawarkan lebih tinggi dibandingkan harga resmi dari PT BBS sebagai Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Pertamina.
“Ini menjadi masalah serius. Jika hasil produksi mencapai 300 barel, yang disetorkan ke BBS mungkin hanya 100 barel. Sisanya dijual ke pasar gelap melalui pengepul,” jelas Sally. Kondisi tersebut dinilai merugikan daerah karena berpotensi mengurangi penerimaan PAD. Minyak yang dijual melalui jalur tidak resmi tidak tercatat dan tidak memberi kontribusi bagi pendapatan daerah.
Selain soal kebocoran PAD, Komisi B juga menyoroti aspek keselamatan kerja. Penyulingan ilegal dinilai rawan kebakaran karena proses pengolahan dilakukan tanpa standar keselamatan yang memadai. Untuk menindaklanjuti temuan itu, Komisi B berencana menggelar rapat koordinasi dengan pihak terkait.
Menurut Sally, rakor tersebut diharapkan dapat merumuskan solusi konkret guna menertibkan tata kelola sumur minyak tua, mengoptimalkan pendapatan daerah, sekaligus menjamin keselamatan penambang serta lingkungan. Keluarnya Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 14 Tahun 2025 tentang Kerja Sama Pengelolaan Bagian Wilayah Kerja untuk Peningkatan Produksi Minyak dan Gas Bumi, memberi peluang bagi pemerintah daerah untuk menata ulang sektor ini.
“Pemerintah daerah kini memiliki kewenangan melakukan pendataan jumlah sumur minyak tradisional dan total produksinya. Data itu bisa dijadikan dasar pengajuan izin ke pemerintah pusat terhadap sumur rakyat yang belum berizin. Ini yang akan kita jadikan pijakan untuk menata kembali pengelolaannya,” pungkasnya. (*)