KabarBaik.co- Di tengah belantara Kalimantan yang lebat dan berlapis kabut tanah gambut, terdapat sosok tua dalam mitos lokal yang dikenal sebagai Mariaban. Ia bukan makhluk biasa, melainkan roh tua penjaga rimba, yang dipercaya lahir dari amarah hutan yang dirusak dan air sungai yang dikotori.
Mariaban tidak tinggal di tempat tertentu, namun hadir di mana pun hutan mulai menangis di akar pohon besar yang tercerabut, di bekas tapak api pembakaran ladang, atau di sungai yang mengalirkan minyak dan limbah. Ia muncul dari tanah, menjelma kabut, dan berjalan dalam sunyi. Tak bersuara, namun membuat hutan menjadi hening—seolah segalanya menahan napas saat ia lewat.
Wujud dan Kehadiran yang Tak Bisa Diterka
Tidak ada satu pun wujud pasti dari Mariaban. Kadang ia terlihat sebagai lelaki tua berkulit gelap penuh lumpur, kadang hanya sebagai bayangan besar di antara pepohonan, atau bahkan kabut pekat yang berputar melawan arah angin. Namun satu ciri selalu sama: matanya dua cahaya redup yang memantulkan dendam hutan.
Ia tidak mengejar, tidak mengganggu, kecuali ketika batas dilanggar. Mereka yang datang ke hutan dengan niat serakah, akan merasa diikuti, didatangi mimpi buruk, atau mendengar bisikan dalam bahasa yang tidak dikenal. Yang tak menghormati alam, akan kehilangan arah, meski peta dan kompas tetap di tangan.
Hutan Sebagai Batas Dua Dunia
Dalam mitos tua yang diwariskan secara lisan, hutan Kalimantan diyakini sebagai batas antara dunia manusia dan dunia leluhur. Mariaban adalah penjaga pintu itu menentukan siapa yang boleh lewat, dan siapa yang akan tersesat selamanya. Ia tidak suka dipanggil. Ia tidak bisa dikendalikan. Ia hanya muncul untuk menyeimbangkan yang terganggu.
Beberapa wilayah bahkan dikenal sebagai Tanah Senyap, tempat di mana suara tak mampu keluar dan langkah terasa berat. Di tempat seperti inilah Mariaban sering muncul bukan untuk menakuti, tapi untuk mengingatkan bahwa ada dunia lain yang juga berhak hidup di tanah ini.
Mariaban Tidak Pergi
Mariaban adalah mitos yang hidup. Ia tidak terkubur di masa lalu. Ia hadir dalam setiap pohon yang ditebang tanpa izin, setiap binatang yang diburu berlebihan, dan setiap sungai yang kehilangan kejernihannya. Dalam keyakinan lokal, ia akan terus ada selama hutan masih bernapas, dan selama manusia masih lupa caranya menghormati bumi.
Jika suatu hari kamu merasa diam-diam diawasi di tengah rimba, padahal tak ada siapa-siapa jangan anggap enteng. Bisa jadi, Mariaban sedang berdiri diam di balik batang kayu besar, menunggu. Bukan untuk menghukummu, tapi untuk melihat apakah kamu layak berjalan pulang.