Mengenal Tradisi “Tapa Bisu” Asli Yogyakarta

oleh -682 Dilihat
adat kogja
Foto Pinterest

KabarBaik.co- Keraton Yogyakarta dikenal dengan keistimewaan tradisinya yang masih terjaga hingga kini, salah satunya dalam menyambut 1 Suro. Seperti diketahui, 1 suro merupakan awal tahun dalam penanggalan Jawa yang diperingati dengan berbagai tradisi.

Memperingati Tahun Baru Islam atau Tahun Baru Jawa 1 Muharram 1446 H yang dikenal sebagai 1 Suro, paguyuban Abdi Dalem Keraton Yogyakarta melaksanakan Tapa Bisu Lampah Mubeng Beteng di Keraton Yogyakarta pada Minggu 7 Juli 2024.

Tapa bisu adalah tradisi yang dilakukan oleh Abdi Dalem Kraton Yogyakarta yang digelar setiap malam 1 Suro sesuai penanggalan kalender Jawa. Tapa bisu dilakukan dengan berjalan kaki mengelilingi benteng Kraton Yogyakarta di malam hari tanpa berbicara. Tradisi Mubeng Beteng dengan Tapa Bisu diprakarsai oleh Sultan Agung, Raja Mataram Islam pertama.

Ritual ini dilaksanakan sebagai bentuk introspeksi dan pendekatan diri kepada Tuhan. Dengan demikian, ritual ini berhubungan dengan permintaan perlindungan dan keselamatan dari Tuhan.

Baca juga:  Jelajahi Jogja Tanpa Bikin Kantong Jebol: 5 Rekomendasi Wisata Murah

Sebagai tradisi, Mubeng Beteng tidak mengalami perubahan sedikitpun sejak pertama kali dilakukan.

Semuanya masih sama, di mana ritual tersebut memutar mulai dari sisi kiri atau barat Kraton. Arah ini sesuai falsafah Jawa. Kiri dalam bahasa Jawa berarti Kiwo. Tujuan Mubeng Beteng adalah ngiwake atau membuang hal-hal buruk.

Rangkaian ritual tapa bisu diawali dengan pelantunan tembang macapat ba`da isya di Pelataran Kamandungan Lor (Keben).. Tembang tersebut dilantunkan oleh para abdi dalem. Setelah itu, baru kemudian acara dilanjutkan dengan persiapan Mubeng Beteng pada pukul 23.00 WIB.

Setiap rombongan tapa bisu ini juga telah diatur sesuai dengan maknanya, misalnya rombongan terdepan para abdi dalam harus mengenakan pakaian jawa tanpa keris dan alas kaki sembari membawa bendera Indonesia dan panji-panji Keraton Yogyakarta.

Baca juga:  Bersyukur Hasil Tangkapan Ikan Mengembirakan, Warga Pesisir Kota Pasuruan Pertahankan Tradisi Ini

Setiap panji akan melambangkan para abdi dalem dari lima kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang meliputi wilayah Sleman, Bantul, Kulonprogo, Gunungkidul, dan Kota Yogyakarta.

Sementara itu di belakang para abdi dalem akan ada warga dan wisatawan yang mengikuti rangkaian acara. Tetapi para warga dan wisatawan tidak boleh berbicara, makan, minum, merokok maupun melakukan hal yang negative lainya . Fokusnya adalah permohonan pada yang Mahakuasa

Disebutkan situasi sakral ini merupakan simbol dari evaluasi diri sekaligus keprihatinan terhadap segala perbuatan yang dilakukan selama satu tahun terakhir. Selain itu sebagai bentuk rasa syukur.. Kemudian, menjadi pengingat untuk memperbaiki diri di tahun yang akan datang.

Pada malam itu, mubeng benteng dilakukan dengan berjalan kaki mulai dari Keraton Yogyakarta, alun-alun utara, ke daerah barat (Kauman), ke selatan (Beteng Kulon), ke timur (Pojok Beteng Wetan), sampai ke utara lagi dan kembali ke Keraton.

Baca juga:  Terungkap! Makna Mendalam di Balik Tari Barong Bali

Prosesi Mubeng Beteng terinspirasi oleh perjalanan hijrah Nabi Muhammad SAW dan sahabat, dari Mekkah ke Madinah. Perjalanan hijrah Nabi Muhammad SAW dan para sahabat tersebut penuh keprihatinan dan perjuangan di tengah gurun pasir yang panas.Peristiwa bersejarah dalam Islam tersebut menjadi pengingat masyarakat dalam menyambut tahun baru yang jauh dari hingar bingar.

Mubeng Beteng dilakukan secara hikmat, hening, dan senyap untuk momentum instropeksi dan refleksi diri selama satu tahun sebelumnya. Dalam beberapa tahun terakhir ini, pihak Keraton Yogyakarta meniadakan tradisi Mubeng Beteng karena pandemi Covid-19

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Penulis: Prabangasta Restu Rendra
Editor: Lilis Dewi


No More Posts Available.

No more pages to load.