KabarBaik.co – Wakil Wali Kota Batu, Heli Suyanto, secara resmi membuka peringatan 100 tahun maestro pedalangan Indonesia, Ki Narto Sabdo di Pendopo Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Pembukaan ditandai dengan pemukulan bende oleh Heli Suyanto, didampingi Camat Bumiaji Thomas Maydo, Ketua Pepadi Kota Batu Ki Eko Saputro, Anggota DPRD Batu Sampurno, serta seorang budayawan.
Heli Suyanto menegaskan bahwa tujuan peringatan seabad Ki Narto Sabdo adalah untuk menghidupkan kembali warisan seni dan budaya agar tetap relevan lintas generasi. “Sebagai bangsa yang besar, kita harus menghargai seniman seperti Ki Narto Sabdo yang bukan hanya dalang kreatif, tetapi juga pencipta gending legendaris. Beliau bahkan mendapat penghargaan Presiden Soeharto dan gelar Pahlawan Budaya,” ujar Heli.
Sementara itu, Ketua Pepadi Kota Batu, Ki Eko Saputro, menuturkan bahwa peringatan ini merupakan bentuk darma bakti para dalang sekaligus penghormatan mendalam kepada sang maestro. Rangkaian acara diawali dengan konser karawitan dari tiga kelompok, yaitu SMA Katolik Yos Yudarso, Karawitan PKK Kelurahan Temas, dan Karawitan Larasati Desa Bulukerto yang menampilkan karya-karya legendaris Ki Narto Sabdo.
Sebagai puncak acara, delapan dalang kondang Jawa Timur mementaskan lakon “Dewa Ruci” dengan gaya orisinal Ki Narto Sabdo. Mereka adalah Ki Bryan Arfista, Ki Faisol Tantowi, Ki Samtidhar, Ki Bayu Sasongko, Ki Adimas Cahyo, Ki Lutfi Azis, Ki Setyo Wahyudi, dan Ki Eko Saputro.
Menurut Eko, warisan Ki Narto Sabdo adalah inspirasi abadi. “Ini bukan sekadar pertunjukan seni, melainkan penghormatan mendalam kepada sosok yang kami sebut sebagai sang bintang mahaputra Nararya. Ini bentuk darma bakti dan umbul donga kami, para dalang serta seniman karawitan, kepada Mbah Narto,” ucapnya.
Untuk diketahui, Ki Narto Sabdo lahir di Wedi, Klaten, pada 1925. Ia dikenal sebagai dalang revolusioner yang mempopulerkan lakon banjaran, memadukan gaya pedalangan Surakarta, Jawa Timuran, Jogja, dan Banyumasan, sehingga menjadikan pedalangan lebih segar serta populer di tengah masyarakat.
Sepanjang hidupnya, ia menciptakan sekitar 319 gending dan lelagon Jawa melalui grup karawitan Condong Raos. Beberapa di antaranya yang melegenda adalah Caping Gunung, Gambang Suling, Ibu Pertiwi, Kelinci Ucul, dan Prahu Layar. Peringatan seabad ini menjadi penegasan bahwa karya seni yang lahir dari jiwa besar tidak akan pernah lekang oleh zaman, melainkan terus hidup di hati masyarakat lintas generasi. (*)