MUKTAMAR Luar Biasa (MLB) merupakan istilah legal. Diatur dalam AD/ART Nahdlatul Ulama (NU). Segala norma ketentuan dalam AD/ART adalah hal yang harus dipedomani. Menjadi rujukan bersama seluruh jamiyah Nahdliyin. Tidak hanya pengurus NU. Aspirasi jamiyah NU harus dipandang secara bijaksana. Bukan dilakukan dengan cara-cara sikap merendahkan. Apalagi phobia dengan memobilisasi seluruh struktural NU yang diduga dengan pola-pola pendekatan ala kekuasaan yang bersifat intimidatif.
Ketua Umum PBNU sepertinya sudah lupa bahwa nafas dan ruh organisasi adalah dari semangat spiritual para ulama pesantren (vide pasal 1 ayat 2 AD/ART). Alih-alih melakukan tabayyun terhadap seluruh fenomena sikap dan segala keputusan PBNU dalam menahkodai kepengurusan, justru menjauh. Bahkan menisbikan ulama-ulama pesantren hingga beberapa tokoh ulama pesantren di daerah-daerah yang telah banyak berkiprah, baik dalam kultural maupun struktural, justru dipecat. Naifnya lagi di-bully secara terbuka di media sosial maupun pemberitaan elektronik. Sungguh sangat ironis. Jauh dari akhlak ke-NU-an.
Sejarah juga mencatat dinamika dalam NU mengenai friksi atau perbedaan pandangan sudah lazim. Tentu, bentuk-bentuk penyelesaiannya dengan cara yang berakhlak. Dengan tetap menjunjung mulia keilmuan, kefaqihan tokoh-tokoh mukharriq NU. Namun, kepengurusan PBNU sekarang justru sebaliknya. Andaikan saja dibuat polling umum jamiyah NU secara terbuka, maka rasanya preferensi pendapat itu adalah kepengurusan PBNU sangat tidak mengayomi, tidak memberi solusi, dan tidak sensitif terhadap problem keumatan. Hal tersebut itu bisa kita cek, baca dan lihat bersama opini-opini yang berkembang belakangan. Ternasuk di media sosial.
Semestinya, aspirasi itu dapat menjadi cerminan bagi PBNU untuk instropeksi ke dalam. Bukan mengumbar opini-opini yang justru mendistorsi dan mempertaruhkan marwah organisasi NU. Bahkan, mengarah pelanggaran-pelanggaran AD/ART serta Khittah NU, yang kompak dilakukan secara terang-terangan. Baik oleh ketua umum dan Rais Am. Karena itulah, munculnya gerakan atau aspirasi MLB NU menjadi keniscayaan. Bentuk korektif dari para mukharriq dan kader-kader NU yang mencintai serta ingin menjaga marwah NU. Ketua umum PBNU perlu melihat dengan nurani yang bijak bahwa wacana MLB NU bukan oleh orang-orang di luar NU. Apakah mungkin karena sudah mafhum itulah kenapa ketua umum seperti ketakutan dengan memobilisasi struktural NU, dengan membuat pernyataan penolakan. Kemudian, puncaknyan kegiatan di Leteh, Jawa Tengah, kemarin, sesungguhnya seperti bentuk upaya suaka ketua umum dan Rais Am.
Pun demikian pola lain pada hari ini dilakukan kembali pada acara pelantikan PWNU Jatim. Memobilisasi seluruh PWNU dan PCNU se-Jatim dengan melakukan karantina dibalut konsolidasi secara ketat, dan bisa kita lihat out-putnya adalah pernyataan penolakan MLB NU. Sungguh merupakan cara-cara yang jauh dari cara ala ulama dalam penyelesaian setiap masalah. Ketua umum PBNU sekarang dalam kepemimpinannya penuh dengan kooptasi, intimidatif, antikritik, arogan, dan jauh dari cara-cara pendekatan keilmuan. Penyelesaian masalah dilakukan dengan cara pendekatan kekuasaan.
Perlu dicermati dan ditegaskan kembali, MLB NU diatur dalam Pasal 74 Ayat (1) bahwa Muktamar Luar Biasa dapat diselenggarakan apabila Rais Am dan/atau ketua umum PBNU melakukan pelanggaran berat terhadap ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).
Wacana atau gerakan MLB NU secara substansi tentu tidak serampangan atau ngawur. Namun, dilandasi alasan-alasan atas adanya bentuk-bentuk pelanggaran yang dilakukan ketua umum dan Rais Am. Karena itu, jika ketua umum PBNU dan Rais Am adalah pemimpin yang bijak dan menjiwai ruh ke-NU-an, tentu melakukan refeleksi bersama dengan kritik autokritik kepada jamiyah NU seperti layaknya sikap yang diteladankan Rasulullah SAW dan sahabatnya Abu Bakar Ashsidiq. Misalnya, berani tabayyun dengan para tokoh NU yang menginisiasi gerakan MLB NU dan atau berani terbuka meminta pendapat terbuka jamiyah. Hal-hal apakah bentuk pelanggaran berat yang dilakukan sehingga berkesimpulan bahwa MLB NU tidak dapat alasan yang kuat dan dapat dipertanggungjawabkan (premis mayor-premis minor). Dengan demikian, ketua umum PBNU dapat dikatakan berjiwa kesatria, bukan justru beraninya mencibir, merendahkan sesama kader NU melalui pernyataan yang naif melalui media.
Ayat (2) AD/ART juga disebutkan, MLB dapat diselenggarakan atas usulan sekurang-kurangnya 50 persen plus satu dari jumlah wilayah dan cabang. Melihat norm aitu, ketua umum PBNU sesungguhnya juga tidak perlu risau, gelisah atau galau atas gerakan MLB NU dengan melakukan perlawanan counter balik mengerakkan PWNU dan PCNU. Bahkan, telah ada upaya melakukan gerakan mendeteksi upaya melemahkan gerakan MLB NU dengan pendekatan kekuasaan dan intimidatif. Inilah justru cerminan bahwa ketua umum PBNU merebut kursi kepemimpinan dengan cara-cara haus kekuasaan dan bukan mengakar murni dukungan umat, tetapi penuh rekayasa dan sampai kapanpun akan melakukan upaya-upaya rekayasa. Pemimpin yang membumi dalam NU jika mengalami gangguan NU sendiri atas ridha Allah SWT justru yang akan melindungi. Coba kita lihat ketua umum PBNU saat ini apakah jamiyah NU melakukan gerakan moral melindungi atau sebaliknya melindungi dengan penuh rekayasa?
Kemudian, Pasal (3) AD/ART, MLB dipimpin dan diselenggarakan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Dari sini, sangat jelas sekali dalam ketentuan AD/ART dijelaskan bahwa PBNU itu bukan hanya ketua umum dan Rais Am, melainkan seluruh struktural yang ada dalam PBNU. Artinya, jika kemudian pengurus struktural PBNU memimpin jalannya MLB NU, maka sah secara AD/ART dan sah secara hukum untuk selanjutnya kepengurusan hasil MLB NU didaftarkan ke Kementerian Hukum dan HAM. (*)
—
*) JAFAR SHODIQ SH., MH, Presidium Penyelamat Organisasi MLB NU. Bidang Hukum & Organisasi