KabarBaik.co – Pernyataan keras dilontarkan Sekretaris Desa (Sekdes) Roomo, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik, dalam rapat dengar pendapat atau hearing yang digelar Komisi III DPRD Gresik pada Jumat (1/8) kemarin.
Rapat itu membahas insiden kebocoran coolbox PT Linde Indonesia yang memicu hujan debu partikel perlite di kawasan permukiman warga Roomo pada Selasa malam (29/7). Menyebabkan gangguan kesehatan seperti sesak napas, mata perih, dan kulit gatal. Bahkan 7 warga hingga dilarikan ke rumah sakit.
Dipimpin langsung oleh Wakil Ketua Komisi III DPRD Gresik Abdullah Hamdi, hearing dihadiri oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik Sri Subaidah, Camat Manyar Hendriawan Susilo, jajaran perangkat Desa Roomo, serta perwakilan dari PT Linde termasuk Andita Huda selaku Head of Secure dan Anita dari HRD.
Sekdes Roomo Achmad Zainul menceritakan bahwa hujan debu terjadi saat pihak pemdes sedang sosialisasi mitigasi bencana bersama linmas desa, yang pada saat itu tiba-tiba hujan debu yang disebut perlt turun. Hal tersebut membuat warga mendatangi balai desa untuk minta izin menyisir sumbernya. Kemudian ditemukan dari PT Linde.
Zainul mengkritik habis standar keselamatan yang selama ini digaungkan perusahaan. Baginya, sertifikasi internasional dan jargon ISO hanyalah formalitas tanpa keberpihakan nyata pada keselamatan lingkungan sekitar.
“Kalau tadi dikatakan bahwa safety oleh perusahaan Linde sudah berstandar dan sudah berkala melakukan peningkatan kapasitas dan sudah ada standar ISO. Namun bagi kami masyarakat awam, masyarakat desa itu minimal punya mobil ambulance, mobil siaga dan lainnya. Tapi Linde apakah punya? Saya tidak tahu. Tapi pada saat kejadian, untuk responsibility-nya terhadap warga minim, bukan lagi kurang. Dan tadi dikatakan ISO-nya sudah internasional dan lainnya. Nuwun sewu, bullshit pak,” ucapnya lantang.
Zainul juga mengungkit sejarah panjang pencemaran udara di desanya. Tahun 2013, sekitar 150 warga terpapar gas dari Smelting yang gasnya disuplai oleh PT Linde. Tahun 2015, 188 warga kembali terpapar SO2 dari Petrokimia, yang sumber gasnya berasal dari perusahaan yang sama.
Puncaknya, Zainul menyatakan bahwa dirinya berani menutup PT Linde tanpa perlu melibatkan banyak warga. “Saya berani tutup Linde. Saya tidak perlu menggerakan 30-50 warga. Cukup 5 orang saya bawa ke Linde. Linde tutup. Cukup 5 orang. Saya, warga desa dan BPD, mewakili masyarakat Desa Roomo. Untuk masalah ijin pasti kami ijin ke pihak keamanan. Kalau hanya 5 orang kan gak perlu dijaga banyak personel,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menyatakan siap menutup PT Linde jika dalam dua minggu perusahaan tidak juga memberikan tanggung jawab konkret kepada warga. “Tapi apabila dalam waktu kurang dari 2 minggu PT linde tidak mampu memenuhi apa yang diminta oleh warga. Kami siap, risiko ditanggung PT Linde. Saya bicara di kantor DPRD Gresik,” tegasnya.
Ia juga menyoroti sikap perusahaan yang ogah memberikan CSR berbau keagamaan. “Tadi dikatakan oleh pihak perusahaan bahwa hal yang bersinggungan dengan aspek religius itu tidak boleh. Ini Gresik, kota santri. Tidak Amerika. Kegiatan religi di Gresik itu banyak. Kalau disamakan dengan Amerika, ya di Amerika. Gak usah di Gresik,” lanjutnya.
Sementara itu, Ketua BPD Desa Roomo membacakan tuntutan resmi dari warga yang terdampak hujan perlt. Mereka meminta kompensasi uang tunai sebesar 1,5 juta rupiah per orang untuk warga RW 1 dan 2 yang berjumlah 854 personal. Warga RW 3 dan RW 4 masing-masing mengajukan kompensasi sebesar 1 juta rupiah untuk 174 dan 167 rumah. Total rumah Desa Roomo mencapai 1.142.
Selain kompensasi tunai, warga meminta pembiayaan pengobatan korban selama tiga bulan pasca insiden, ganti rugi senilai Rp 12 juta bagi pengusaha tempe yang terdampak, dan santunan bagi warga yang dirawat di RS Petrokimia Gresik.
Warga juga menuntut PT Linde mematuhi Perda Nomor 7 Tahun 2022 tentang ketenagakerjaan dengan menyerap minimal 60 persen tenaga kerja lokal. Selain itu, warga meminta agar perusahaan segera memasang peredam suara untuk mengurangi gangguan kebisingan yang selama ini mengganggu kenyamanan warga.
BPD menegaskan bahwa tuntutan tersebut harus dipenuhi PT Linde selambat-lambatnya 15 hari setelah insiden. Jika tidak, warga siap mengambil langkah lebih tegas. “Pabrik-pabrik itu baru datang ke warga kalau sudah ada kejadian. Kalau tidak ada insiden, tidak pernah menyapa. Kami mohon para dewan ikut memantau dan menindaklanjuti,” tegas Ketua BPD.
Dari pihak PT Linde, Anita dari HRD menyampaikan akan mengaktifkan CSR mereka kepada Desa Roomo. “Kami terbuka untuk berdiskusi. Soal CSR memang selama ini belum aktif, tapi ke depan akan kita hidupkan kembali. Dan untuk konsep CSR kami itu tidak boleh berbau agama. Bukannya tidak menghormati tapi kami pengennya semua agama itu sama. Tapi kalau memang diharuskan agama, kita open tapi memang prosesnya agak panjang,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa untuk pembahasan CSR dan kompensasi kerugian warga yang disampaikan oleh BPD, butuh pembahasan lebih lanjut. “Untuk pembahasan lebih lanjut CSR dengan Pak Kades kita open, mau kapanpun boleh. Sekalian membahas kompensasi atas kejadian ini. Dan untuk kompensasi atas kejadian ini yang diajukan tadi dari mulai RW 1 dan lainnya butuh pembahasan lebih lanjut,” lanjutnya.
Ia juga menegaskan, pihaknya mengakui bahwa selama ini hubungan antara perusahaan dengan masyarakat Roomo belum berjalan baik. Ia berjanji akan memperbaikinya. “Kita sangat tebuka untuk berdiskusi. Namun tetap memperhatikan SOP supaya sama-sama enak,” ungkapnya.(*)