KabarBaik.co – Observatorium Astronomi Sunan Ampel (OASA) Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Sunan Ampel (UINSA) menggelar rukyat hilal untuk penentuan awal Ramadan 1446 H pada Jumat (28/2).
Kegiatan ini berlangsung mulai pukul 16.00 WIB di OASA Kampus UINSA Tower KH. Mahrus Aly Lt.10, Jalan Ahmad Yani 117, Surabaya. Pengamatan hilal ini melibatkan mahasiswa Program Studi Ilmu Falak FSH UINSA, civitas akademika UINSA, serta masyarakat umum.
Dalam rukyat hilal kali ini, OASA telah menyiapkan sejumlah instrumen canggih guna memastikan akurasi pengamatan. Beberapa di antaranya adalah dua teleskop pintar Seestar S30 dan S50, teleskop MEADE LX600, satu teleskop portable otomatis, dua teleskop portable manual, dua theodolite, serta beberapa binocular. Persiapan dilakukan dengan melakukan setup dan alignment teleskop utama agar dapat mengarah ke Bulan secara presisi.
Menurut penanggung jawab OASA FSH UINSA, Novi Sopwan, secara astronomis posisi hilal di Surabaya pada saat Matahari terbenam memiliki ketinggian 3,7 derajat dan elongasi 5,8 derajat. Dengan posisi tersebut, kemungkinan hilal bisa terlihat sangat kecil, bahkan dengan bantuan teleskop sekalipun.
“Dari pengalaman empirik, hilal dengan posisi seperti ini mustahil teramati. Namun, rukyat tetap dilakukan sebagai bagian dari jejaring pengamatan hilal bagi sidang isbat penentuan awal Ramadan 1446 H,” ujar Novi Sopwan, Jumat (28/2).
Secara visibilitas hilal, posisi hilal di Surabaya masih berada di bawah kriteria Neo MABIMS, yang mensyaratkan tinggi minimal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat. Hal ini berarti kemungkinan besar hilal tidak akan bisa disaksikan secara langsung di wilayah Surabaya dan sekitarnya.
“Di seluruh wilayah Indonesia, hilal memang sudah berada di atas kriteria wujudul hilal. Namun, hanya di Sabang, Aceh, yang memenuhi kriteria Neo MABIMS, sehingga peluang terlihatnya hilal lebih besar di sana,” jelasnya.
Dengan kondisi tersebut, ada dua kemungkinan dalam penentuan awal Ramadan 1446 H. Jika hilal berhasil terlihat dalam rukyat di Aceh atau lokasi lain yang memungkinkan, maka awal Ramadan jatuh pada Sabtu, 1 Maret 2025. Sebaliknya, jika hilal tidak terlihat, maka awal Ramadan akan dimulai pada Minggu, 2 Maret 2025, dengan metode istikmal atau penyempurnaan bulan Syakban menjadi 30 hari. “Kita masih menunggu hasil laporan dari Aceh, karena secara teoritis hanya daerah tersebut yang memungkinkan untuk melihat hilal,” tambahnya.
Keputusan resmi mengenai awal Ramadan 1446 H akan ditetapkan dalam sidang isbat yang digelar Kementerian Agama RI pada Jumat malam. Sidang tersebut akan mempertimbangkan laporan dari berbagai titik rukyat hilal di seluruh Indonesia sebelum menetapkan awal puasa bagi umat Islam di Indonesia. “Kita harus menunggu keputusan resmi pemerintah, karena sidang isbat akan mengompilasi seluruh hasil rukyat dari berbagai daerah,” pungkasnya. (*)