KabarBaik.co- Ketangguhan santri menjadi salah satu objek penelitian menarik. Salah satunya dilakukan oleh ahasiswa program doktoral Universitas Negeri Malang (UM), Urin Laila Sa’adah.
Unttuk kepentingan tersebut. dia telah menggelar Fokus Group Discussion (FGD) di Pondok Pesantren (ponpes) Annur 2 Bululawang, Kabupaten Malang. FGD yang digelar pada Jumat (9/8) itu diikuti 15 santri senior yang sebagian sudah menjadi pengasuh.
Laila menyampaikan bahwa tujuan dilaksanakan FGD ini adalah dalam rangka menyempurnakan instrumen yang akan dipergunakan untuk meneliti ketangguhan mental santri.
“Saya berharap dari FGD ini bisa mendapatkan masukan terkait dengan indikator dan alat ukur ketangguhan mental santri. Perlu diketahui bahwa Instrumen ketangguhan mental ini saya adaptasi dari peneliti asing, sehingga saya harus memastikan agar intrumen ini bisa mudah dipahami dan sesuai dengan konteks pesantren,” terangnya.
Selama hampir dua jam, satu per satu alat ukur dibacakan dan dibahas. Dialog kecil dan klarifikasi dari masing-masing peserta sangat dinamis dalam FGD itu. Beberapa santri memberikan masukan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang asing didengar. Salah satu yang menjadi catatan penting dalam FGD adalah agar alat ukur atau pertanyaan menggunakan bahasa yang paling sederhana. Tidak ada istilah asing yang kemudian multitafsir.
Laila mengaku sangat puas dengan dinamika selama FGD tersebut. “Alhamdulillah, saya mendapatkan banyak catatan untuk perbaikan instrumen penelitian dalam pertemuan hari ini. Santri-santri di sini lumayan progresif dan kritis dalam membaca kondisi kekinian,” ungkapnya.
Di tempat terpisah, Gus Helmi Nawali SS MAg, salah satu pengasuh Ponpes Annur 2 Bululawang menyambut baik FGD ini. “Saya berharap ada banyak peneliti yang masuk ke Annur 2 ini. Semakin banyak peneliti masuk, maka akan semakin banyak pula rekomendasi untuk pengembangan pondok ke depannya,” terangnya.
Gus Helmi menambahkan, pesantren adalah kawah candradimuka dalam menempa santri menjadi lebih mandiri dan tangguh. Di pesantren, anak diajari untuk mandiri, disiplin, bekerja keras, berkompetisi, mengasah kreativitas dan banyak hal lainnya termasuk belajar kepemimpinan dan berorganisasi. Dengan demikian, setelah menyelesaikan pendidikan pesantren, santri sudah lebih matang secara mental. Mereka akan mampu berhadapan dengan masyarakat dan dunia kerja di luar.
Gus Helmi berharap bahwa penilitian yang dilakukan ini bisa menepis anggapan bahwa model pendidikan pesantren tertinggal dengan sekolah modern di luar sana. “Pesantren sudah terbukti mampu mencetak kader-kader handal dalam berbagai profesi”, Pungkas Alumni UIN Maliki Malang ini. (*)