KabarBaik.co – Kekesalan masyarakat terhadap layanan BPJS Kesehatan di Kabupaten Blitar semakin memuncak. Regulasi yang dianggap kacau dan pelayanan yang dinilai buruk membuat masyarakat merasa dirugikan.
Hal ini disampaikan oleh Persaudaraan Kepala Desa (PKD) Kabupaten Blitar melalui wakil ketua, Tugas Nanggolo Yudho Dili Prasetyo atau yang akrab disapa Bagas, pada Sabtu (8/2).
Menurut Bagas, awalnya para kepala desa berperan aktif mengajak warganya untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan dengan harapan mendapatkan jaminan kesehatan. Namun, seiring berjalannya waktu, banyak keluhan muncul terkait buruknya pelayanan.
Para kepala desa pun menjadi sasaran aduan masyarakat yang kecewa karena kesulitan mengakses layanan kesehatan.
“Peserta BPJS diwajibkan membayar iuran rutin setiap bulan. Tapi ketika membutuhkan layanan kesehatan di rumah sakit mitra BPJS, justru ditolak. Mereka harus melewati prosedur yang berbelit, seperti harus melalui fasilitas kesehatan tingkat pertama (Puskesmas) terlebih dahulu,” ujar Bagas, yang juga Kepala Desa Karangsono.
Kasus serupa dialami oleh Kepala Desa Rejowinangun Bhagas Wigasto. Dalam sebuah rapat, ia mengalami sakit hingga pingsan. Namun saat dibawa ke rumah sakit swasta di Kota Blitar, ia ditolak karena belum melalui faskes tingkat pertama.
Kejadian tragis juga menimpa seorang warga Desa Suru, Kecamatan Doko. Dalam kondisi sakit parah, ia ditolak rumah sakit peserta BPJS karena prosedur yang rumit. Akibatnya, ia terus dipindahkan dari satu fasilitas ke fasilitas lain tanpa mendapatkan perawatan yang layak, hingga akhirnya meninggal dunia.
Bagas menegaskan bahwa kejadian-kejadian ini adalah bukti nyata bahwa BPJS Kesehatan lebih banyak menyusahkan masyarakat ketimbang membantu.
“Ratusan warga telah mengadu kepada kami. Saat kami mendatangi BPJS Kesehatan Cabang Blitar, mereka hanya mengatakan bahwa aturan memang seperti itu. Jika regulasi yang ada tidak berpihak kepada rakyat, maka negara harus turun tangan. Kami meminta Presiden Prabowo membubarkan BPJS jika terus menyengsarakan masyarakat,” tegasnya.
PKD juga mendesak DPRD Kabupaten Blitar segera memanggil pihak BPJS, Sekretariat Dewan, Dinas Kesehatan, dan seluruh mitra rumah sakit untuk membahas permasalahan ini.
“Kami sudah mengirimkan surat permintaan hearing ke DPRD. Jika BPJS tetap tidak melakukan perubahan, rakyat sendiri yang akan mengambil tindakan. Namun, kami masih menunggu langkah konkret dari pemerintah,” lanjut Bagas.
Ia juga mengingatkan agar BPJS tidak menjadi mafia asuransi yang hanya mengumpulkan dana tanpa memberikan pelayanan yang sebanding.
“Jangan hanya pandai menarik iuran dari rakyat, tapi abai dalam memberikan layanan. Jangan sampai BPJS menjadi sarang korupsi. Masyarakat yang sakit butuh solusi, bukan hambatan!” katanya.
Bagas juga menyoroti aturan denda bagi peserta yang terlambat membayar iuran.
“Tidak semua peserta BPJS membutuhkan layanan kesehatan setiap bulan, tapi mereka tetap diwajibkan membayar. Jika telat, dikenakan denda. Bahkan jika masih ada tunggakan, peserta tidak bisa mendapatkan pelayanan hingga pembayaran dilunasi. Jika seperti ini, apa gunanya BPJS bagi rakyat? Lebih baik dibubarkan saja,” tandasnya.
Sementara itu, saat dikonfirmasi, Humas BPJS Kesehatan Cabang Kediri yang membawahi BPJS Kabupaten Blitar, Anggun Laily, hanya memberikan tanggapan singkat.
“Kami sudah mendengar keluhan masyarakat. Senin nanti, kami akan menjelaskan aturan ini di hadapan DPRD,” ujarnya. (*)